Disorot, Dinas Pendidikan Surabaya; Proyek Rp343 Juta tanpa Lelang [08/06/04]

PELAKSANAAN ujian nasional (UN) tinggal menyisakan tingkat sekolah dasar (SD). Dinas Pendidikan Kota Surabaya yang menjadi otoritas pendidikan, mengatur jalannya pelaksanaan ujian dari tingkat SMU sampai SD, di Surabaya menuai masalah yang tidak mengenakkan.

Berita tidak sedap yang kini terus menghembus, bahkan pihak kepolisian sudah turun tangan, adalah proyek di Dinas Pendidikan Kota Surabaya senilai Rp343 juta yang tidak melalui proses lelang, serta proyek lain yang besarnya miliaran rupiah.

Sesuai dengan arahan Wali Kota Surabaya, setiap proyek melalui proses lelang. Namun, ketika Bagian Bina Pembangunan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melakukan lelang, teryata Dinas Pendidikan Kota tidak memasukkan komponen tersebut.

Nilainya memang tidak seberapa, yakni Rp343 juta. Namun, jika menyalahi prosedur, maka polisi pun mengendus ada sesuatu yang tidak beres dalam pengadaan proyek-proyek tersebut. Apalagi terdengar kabar Dinas Pendidikan Pemkot Surabaya memberikan dalam bentuk duit, namun jumlahnya tidak sesuai dengan yang dialokasikan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Proyek tersebut meliputi pengadaan barang-barang seperti sapu, keset ijuk, sumbu benang bipol 990 mili, sulak, tempat sampah, sikat plastik, sapu lidi, dan serok. Barang-barang tersebut sudah dibagikan kepada seluruh sekolah di Surabaya.

Apakah berhenti sampai di situ, teryata tidak. Tudingan miring juga muncul lagi, seperti pengadaan kapur senilai Rp450 juta dan pengadaan alat tulis senilai Rp2 miliar, juga tidak melalui lelang.

Tudingan miring pun ditujukan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya Soeparno, karena barang tersebut ternyata diberikan tanpa melalui proses lelang.

Kendati ada tudingan miring, Soeparno mengakui bahwa pengadaan barang tersebut memang tidak perlu harus melalui lelang.

Nilainya tidak seberapa, jadi tidak perlu harus dilelang. Uangnya juga sudah dibagikan kepada kepala sekolah sehingga tidak mungkin diikutkan dalam lelang berikutnya, kata Soeparno.

Jika dilelang, dikhawatirkan nilainya justru akan lebih kecil, padahal masing-masing sekolah mengetahui apa yang dibutuhkan. Karena itu, kita berikan dalam bentuk uang, daripada barang, ujarnya.

Berlaku surut

Bukan tanpa dasar jika Soeparno bertindak seperti itu. Wali Kota Surabaya Bambang Dwi Hartono ternyata sudah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 188.45/102/436.1.2/2004 yang membenarkan tindakan Soeparno.

Namun anehnya, SK tentang pembagian dana untuk pengadaan barang tanpa lelang tersebut baru dikeluarkan pada 6 Mei 2004, sementara proyek yang disoroti itu adalah yang dikerjakan sejak 1 Januari 2004.

Hal inilah yang menyebabkan munculnya aroma tidak sedap perihal SK tersebut, karena dinilai melindungi Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya.

Jelas ada yang tidak beres dengan SK itu. Siapa pun bisa merasakannya. Bayangkan, mana ada SK yang berlaku surut. Undang-undang saja baru undang-undang antiteroris yang berlaku surut, tegas anggota Komisi A DPRD Surabaya Arifin A Hamid.

Arifin mengaku heran kenapa wali kota justru melindungi tindakan bawahannya yang tidak benar. Tindakan wali kota tersebut dinilainya aneh, apalagi SK tentang pembagian dana untuk pengadaan barang tanpa lelang berlaku surut. Dia mempertanyakan, apa spesifiknya kasus tersebut hingga wali kota mengeluarkan SK yang berlaku surut.

Lantas, apa pendapat wali kota tentang hal ini?

Bambang DH rupanya berusaha menghapus kesan bahwa dirinya melindungi bawahannya terkait proyek-proyek tanpa lelang tersebut. Rupanya orang nomor satu di Surabaya ini merasa kecolongan. Sebab SK tentang pembagian dana untuk pengadaan barang tanpa lelang itu memang dikeluarkan setelah kasus tersebut menjadi polemik berkepanjangan di Surabaya.

Saya memberi teguran keras kepada dia (Kepala Dinas Pendidikan). Sebab polemik ini disebabkan dinas pendidikan kota lambat mengajukan SK pembagian dana itu, kata Bambang.

Wali kota yang juga Ketua DPC PDIP Surabaya ini mengatakan, apabila dinas pendidikan tidak lambat mengajukan SK pembagian dana, maka SK yang dia keluarkan tidak akan menjadi permasalahan. Menurut Bambang, kelambatan dinas pendidikan dalam hal perencanaan, termasuk penyusunan SK, membuat program-program pendidikan di Surabaya menjadi sorotan.

Walau begitu Bambang ternyata tidak menyalahkan mekanisme proyek tanpa lelang tersebut. Pelaksanaan proyek pendidikan tanpa lelang dikatakan Bambang sudah sesuai mekanisme dan dilakukan sejak bertahun-tahun lalu. Sebab, proyek-proyek ini apabila dibagi-bagi sebenarnya nilai nominalnya kecil di bawah Rp50 juta.

Sekarang ini anggarannya berbasis kinerja. Jadi semua pengeluaran dan pertanggungjawabannya jelas, kata Bambang. Faishol Taselan/Heri Susetyo/N-1

Sumber: Media Indonesia, 8 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan