Dirut PT Pos Berdalih Kebijakannya Legal; Soal Korupsi Komisi Pelanggan

Direktur Utama PT Pos Indonesia Hana Suryana akhirnya buka suara mengenai korupsi di tubuh PT Pos yang menyeret dia sebagai tersangka. Dia berdalih, kebijakannya memberikan komisi kepada pelanggan hanya melaksanakan aturan yang dibuat direksi perusahaan pelat merah itu.

''Saya hanya melaksanakan aturan yang ada. Surat edaran itu yang menetapkan direksi,'' kata Hana setelah menjalani pemeriksaan di Kejagung kemarin (6/8). Menurut dia, posisinya lima tahun silam sebagai kepala Kantor Pos IV Jakarta hanya sebagai penghubung kebijakan kantor pusat dan kantor wilayah.

Hana juga membantah tudingan markup (penggelembungan dana) dalam kuitansi pemberian komisi tersebut. Kuitansi, kata dia, tidak dibuat di kantor wilayah, melainkan di kantor-kantor unit pos di bawahnya. ''Jadi, pelaksanaannya nggak ada kaitannya dengan saya,'' tegas Hana yang didampingi kuasa hukumnya, Stefanus Gunawan.

Pria yang menjabat Dirut PT Pos sejak 2006 itu tidak merasa menyalahi aturan meski memberikan komisi hingga 6 persen. ''Jangankan enam persen, 20 persen juga boleh menurut surat edaran itu,'' dalih Hana. Bahkan, pemberian komisi hingga 30 persen dari nilai proyek dimungkinkan. ''Yang penting, perusahaan untung,'' sambungnya.

Seperti diwartakan, Hana ditahan Kejagung sejak 21 Juli lalu. Dia diduga terlibat dalam dugaan korupsi penggunaan dana operasional nonbujeter PT Pos Indonesia 2003-2004. Saat itu, posisi Hana adalah kepala Kantor Pos IV wilayah Jakarta. Kerugian negara diperkirakan Rp 40 miliar. Selain Hana, enam orang pejabat PT Pos juga ditetapkan sebagai tersangka.

Kasus itu berawal dari Surat Edaran (SE) Direktur Operasional PT Pos Indonesia No 41/DIROP/0303 tanggal 20 Maret 2003. SE itu mengatur pemberian diskon insentif dan komisi khusus kepada pelanggan setiap pembayaran jasa pos.

Dalam SE itu disebutkan, kiriman berskala besar mendapatkan komisi dengan besaran tiga hingga lima persen. Namun, kepala Kantor Pos IV Jakarta memperbolehkan pemberian komisi 5-6 persen. Selain itu, pengguna jasa dibuatkan kuitansi penerimaan fiktif. Dana tersebut diduga masuk ke kantong pribadi. Pemeriksaan Hana kemarin merupakan pemeriksaan keempat sejak ditetapkan sebagai tersangka. (fal/oki)

Sumber: Jawa Pos, 7 Agustus 2008 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan