Dirkeu Pertamina Segera Dinon-aktifkan; Alfred Rohimone: Saya Siap

Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Sugiharto, Jumat (4/3), menegaskan akan segera menon-aktifkan Direktur Keuangan Pertamina Alfred Rohimone untuk mempermudah proses penyelidikan dan pengusutan kasus penjualan tanker raksasa Pertamina.

Menanggapi hal itu, Alfred Rohimone yang dihubungi semalam hanya mengirim pesan singkat melalui telepon seluler (SMS). Isinya, Saya siap, tq much. Ketika dihubungi lagi melalui SMS-Kompas ingin bicara melalui telepon-dijawab, Belum boleh bicara, tunggu BOD (dewan direksi-Red) Senin tq.

Selain akan menon-aktifkan Alfred, Sugiharto juga menyatakan akan melakukan investigasi dan proses hukum terhadap mereka yang dinilai terbukti bersalah.

Dua langkah itu terkait dengan putusan majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menyatakan ada persekongkolan dalam penjualan tanker raksasa (very large crude carrier/VLCC) Pertamina pada tahun 2004 sehingga negara dirugikan sedikitnya 20 juta dollar AS.

Siapa pun yang diindikasikan terlibat akan segera dinon-aktifkan. Tetapi, untuk sementara ini yang sudah pasti, sebagaimana disebut dalam laporan KPPU, adalah Direktur Keuangan (Dirkeu) Alfred Rohimone, ujar Sugiharto.

Ia belum mau berkomentar tentang direktur Pertamina lainnya dan komisaris yang menjabat saat penjualan tanker terkait dilakukan. Pokoknya siapa saja yang diindikasikan terlibat akan ditindaklanjuti. Sekarang ini kami tengah melakukan pendalaman terhadap isi laporan KPPU, ujarnya.

Mengenai siapa yang akan menggantikan untuk sementara anggota direksi yang dinon-aktifkan, Sugiharto mengatakan, masih akan mendengarkan usulan-usulan dari komisaris.

Penon-aktifan akan efektif secepatnya. Mulai besok (Sabtu) juga saya akan berinteraksi dengan komisaris. Komisaris sendiri sekarang ini sudah melakukan pendalaman terhadap hasil temuan KPPU. Sebagai wakil pemerintah, saya sudah memerintahkan komisaris untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan, ujarnya.

Sugiharto menambahkan bahwa langkah yang ditempuhnya menunjukkan komitmen pihaknya untuk memberantas korupsi sesuai dengan Instruksi Presiden tentang Rencana Aksi Pemberantasan Korupsi.

Di tengah situasi keprihatinan kenaikan harga bahan bakar minyak yang terpaksa dilakukan pemerintah, temuan KPPU soal adanya penyelewengan di Pertamina sangat mengusik rasa keadilan kita, ujarnya.

Dalam kesempatan lain, Sugiharto memastikan akan mengambil tindakan tegas setelah mendalami laporan KPPU. Jika bukti-bukti material sudah cukup, kasus ini akan segera dibawa ke kejaksaan.

Kasus VLCC adalah kasus bawaan. Dan syukur alhamdulillah, dalam rangka perubahan ini KPPU cukup cerdas untuk melihat, dan saya kira ini memang sudah waktunya untuk kita selesaikan, ujarnya.

Dia mengingatkan agar tidak memvonis orang sebelum dilakukan penelitian terhadap keputusan KPPU. Namun, dia menambahkan, kasus tanker merupakan kasus tertunda yang harus diselesaikan.

Selesaikan secepatnya
Komisaris Pertamina juga sudah menggelar rapat untuk membahas keputusan KPPU dengan menghadirkan Alfred Rohimone. Namun, rapat yang berlangsung mulai pukul 14.00 hingga sekitar pukul 17.00 tersebut belum menghasilkan kesimpulan apa pun soal keputusan KPPU (Kompas, 4/3).

Komisaris Utama Pertamina Martiono Hadianto mengatakan, masih akan mengadakan rapat lagi dengan menghadirkan beberapa orang yang akan dimintai informasi. Keterangan yang diberikan Alfred belum cukup bagi komisaris untuk memberikan laporan kepada pemegang saham.

Martiono menegaskan, pengumpulan informasi oleh komisaris bukan berarti tak memercayai hasil pemeriksaan KPPU. Langkah itu dibutuhkan, katanya, karena keputusan KPPU mengharuskan pemegang saham mengambil sikap terhadap mantan komisaris dan anggota direksi.

Keputusan KPPU memberikan waktu satu bulan. Kami akan mengadakan rapat dengan beberapa orang dalam waktu dua minggu. Tetapi, kalau selesai lebih cepat, akan kami serahkan lebih cepat ke pemegang saham, ujar Martiono.

Harus diawasi
Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Dradjad Wibowo mengatakan, jika pihak Pertamina atau Goldman Sachs atau Frontline mengajukan banding atas keputusan KPPU, proses pengadilannya harus diawasi dengan ketat.

Jangan sampai kasus yang sangat kuat seperti ini dimentahkan lagi seperti kasus Indomobil, di mana keputusan KPPU dengan dasar yang sudah sangat kuat ternyata dikalahkan pengadilan, kata Dradjad.

Menurut dia, dengan mengawal ketat proses persidangan hingga sanksi yang diberikan oleh KPPU bisa didukung pengadilan negeri ada potensi penerimaan negara yang cukup besar.

Berdasarkan keputusan KPPU, total ganti rugi yang harus dibayar Goldman Sachs dan Frontline sebesar Rp 180 miliar, sementara total denda yang harus dibayar Goldman Sachs, Frontline, serta Equinox sebesar Rp 61,27 miliar.

Jadi, ada potensi penerimaan negara Rp 241,27 miliar. Ini bukan jumlah kecil. Oleh sebab itu, harus kita awasi betul, jangan sampai kasus ini jadi barang dagangan, ujar Dradjad.

Menolak keputusan
Dalam siaran persnya kemarin, pihak Frontline Ltd menyatakan penolakannya terhadap keputusan KPPU. Menurut pihak Frontline, dokumen penawaran yang dilakukannya merefleksikan harga pasar tanker saat itu.

Pada awal Juni 2004, Goldman Sachs sudah menyatakan bahwa Frontline masuk dalam kategori shortlisted bidder berdasarkan kajian dari dokumen- dokumen penawaran. Frontline melakukan finalisasi pembelian sesuai dengan kesepakatan yang disiapkan Goldman Sachs akhir Juni 2004 dan Pertamina menerimanya bahwa penawaran itu sebagai penawaran tertinggi yang diterima.

Dalam rilis tersebut Frontline juga membantah adanya pernyataan yang mengatakan pihaknya memiliki kontak langsung dengan pihak-pihak yang terkait dengan Pertamina dalam hal penjualan tanker. Perusahaan yang berbasis di Bermuda itu juga menegaskan, proses tender yang diikutinya bersih dan profesional. Tanker tersebut dibeli dengan terbuka dan diikuti sejumlah perusahaan, demikian ujar Frontline.

Pihak Goldman Sachs mengatakan, keputusan KPPU tidak berdasar dan tidak konsisten dengan fakta yang terjadi selama proses penjualan serta konsep hukum yang mengaturnya. Dalam siaran persnya, Goldman Sachs menyebutkan, penjualan VLCC Pertamina telah dilakukan secara adil, transparan, dan konsisten dengan standar bisnis internasional.

Sebagai penasihat keuangan Pertamina, evaluasi yang dilakukan menunjukkan penawaran Frontline merupakan pilihan terbaik untuk diterima Pertamina. Tidak ada dasar untuk menyatakan terjadi kolusi oleh Goldman Sachs dengan para penawar sehingga dalam waktu secepatnya akan melakukan banding.

Dalam keputusan KPPU, Pertamina tidak boleh melakukan hubungan usaha dalam bentuk apa pun dan/atau menghentikan hubungan usaha yang telah ada dengan Goldman Sachs, Frontline, PT Perusahaan Pelayaran Equinox belum membayar denda yang ditetapkan akibat dinyatakan bersalah. Artinya, jika menolak keputusan KPPU, kedua perusahaan tersebut tidak boleh bekerja sama dengan Pertamina.(TAV/ANV/BOY/TAT)

Sumber: Kompas, 5 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan