Dirjen Pajak Nonaktifkan Sepuluh Pejabat Atasan Gayus

PEMECATAN Gayus Tambunan aki­bat terkuaknya kasus mafia pajak mu­lai merembet ke pejabat pajak yang lain. Kali ini giliran sepuluh atasan Gayus yang dinonaktifkan.

Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo mengatakan, penonaktifan dilakukan terhadap pejabat direktorat keberatan dan banding, tempat Gayus Tambunan bekerja sebagai penelaah keberatan dan banding

''Ada sepuluh pejabat (yang dinonaktifkan), efektif mulai sekarang (kemarin, Red),'' ujarnya di Kantor Kementerian Keuangan kemarin (30/3).

Menurut Tjiptardjo, penonaktifan dilakukan mulai level pejabat tertinggi di direktorat keberatan dan banding, yakni Direktur Direktorat Keberatan dan Banding Bambang Heru Ismiarso, empat kepala sub, hingga lima pejabat eselon IV. ''Kalau rekan Gayus (nonaktif) belakangan karena yang paling berat ya atasan-atasan dulu,'' katanya.

Saat ditemui Satgas Antimafia Hukum, Gayus mengatakan bahwa aksi mafia pajak melibatkan sepuluh pihak lain. Namun, Gayus tidak menyebut secara detail sepuluh orang yang dimaksud. Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA) Bambang Basuki menga­takan, pihaknya terus menggali informasi mengenai keterlibatan aparat pajak lain da­lam aksi mafia pajak yang dilakukan Gayus, termasuk apakah atasannya ikut terlibat.

''Tapi, sampai dia menghilang (Kamis lalu), yang bersangkutan belum bersedia menjawab. Kami akan terus menggali informasi. Perintahnya cukup jelas, tindak siapa paun yang terlibat, tanpa pengecualian,'' ujarnya.

Tjiptardjo melanjutkan, penonaktifan tersebut akan dilakukan sampai pemeriksaan oleh Direktorat KITSDA atas mereka selesai. Targetnya, dua pekan ke depan pemeriksaan bisa selesai. ''Tapi, kalau belum selesai, (penonaktifan) diperpanjang,'' katanya.

Tjoptardjo mengatakan, sebagai atasan langsung Gayus, mereka harus ikut bertanggung jawab. Apalagi, keputusan keberatan maupun banding yang selanjutnya diproses di pengadilan pajak selalu diteken oleh direktur direktorat keberatan dan banding.

Karena itu, logikanya, direktur mengetahui bahwa di antara 51 kasus yang ditangani Gayus, 41 berujung pada kekalahan Ditjen Pajak sehingga wajib pajak (WP) perusahaan bisa melenggang tanpa harus membayar pajak. ''Kita tanya, loh ini pekerjaan Gayus gak bener kok tetap diteken kenapa? Apa tidak disupervisi (diawasi)?'' tanyanya.

Karena itu, menurut Tjiptardjo, meski belum bisa dibuktikan apakah atasan Gayus terlibat dalam aksi mafia pajak dengan ikut menikmati uang sehingga bisa dijerat pasal pidana, secara administratif mereka tetap harus bertanggung jawab. ''Kalau tidak kena (pelanggaran) kriminal, dia kena pelanggaran administratif,'' jelasnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, selain penonaktifan pejabat di lingkup direktorat keberatan dan banding, pihaknya akan melakukan eksaminasi dengan membuka kembali berbagai kasus yang ditangani direktorat dalam kurun waktu 2006-2009. ''Kalau ada yang tidak beres, akan kita bongkar,'' tegasnya.

Menurut Sri Mulyani, periode tersebut memang krusial karena adanya pembahasan dan pengesahan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sehingga hampir semua kasus keberatan yang diajukan wajib pajak ditolak. ''Karena itu, pihak-pihak yang jahat ke­mudian bermain melalui pengadilan pajak. Ini yang luput dari (pengawasan) kita dan akhirnya disalahgunakan oleh oknum seperti Gayus,'' ujarnya.

Karena itu, lanjut Sri Mulyani, jika nanti ditemukan bukti kuat bahwa aksi mafia pajak juga dilakukan karena adanya inisiatif oleh wajib pajak atau pengusaha, Kementerian Keuangan akan menindak tegas pengusaha. ''Kami akan melakukan tindakan yang sama kerasnya kepada wajib pajak yang berkolusi dengan aparat pajak,'' katanya.

Bahkan, jika aksi mafia pajak juga melibatkan oknum di pengadilan pajak, Kementerian Keuangan akan meminta Mahkamah Agung (MA) sebagai induk pengadilan pajak mengambil tindakan tegas. ''Semua harus bersinergi dan ber­tindak tegas,'' terangnya.

Menurut Sri Mulyani, berdasar evaluasi awal, kelemahan pengadilan pajak memang sangat mudah disalahgunakan oleh oknum-oknum yang ingin berbuat jahat. Dia menyebutkan, kualifikasi aparat pengadilan pajak juga kurang. ''Setiap tahun lebih dari 12 ribu kasus yang dibawa ke pengadilan pajak. Padahal, dengan kapasitas saat ini, mereka (pengadilan pajak, Red) hanya bisa menangani 4.500 kasus per tahun. Karena itu, administrasi atas kasus-kasus tersebut juga bisa menimbulkan kerawanan-kerawanan baru,'' ujarnya.

Selain itu, lanjut dia, transparansi keputusan hakim di pengadilan pajak tidak teruji. Sebab, kata Sri Mulyani, terdapat kasus-kasus yang serupa tapi putusan hakim bisa berbeda-beda. ''Kami sangat ingin melakukan tindakan tegas di internal (pajak). Tapi, kami tidak ingin nanti masalahnya bergeser ke instansi lain (pengadilan pajak, Red) kalau tidak ikut dibenahi,'' katanya. (owi/c4/iro)
Sumber: Jawa Pos, 31 Maret 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan