Direktur Keuangan RRI Dituntut 5,5 Tahun

Direktur Administrasi dan Keuangan Perusahaan Jawatan RRI (Radio Republik Indonesia) Suratno dituntut pidana 5,5 tahun penjara. Tim jaksa penuntut umum KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menilai, Suratno terbukti bersalah melakukan korupsi dalam proyek pengadaan pemancar di RRI seusai dakwaan primer jaksa.

Selain dituntut pidana penjara, Suratno harus membayar uang ganti kerugian negara senilai Rp 1.698.989.500. Bila tidak membayar, dia dipidana satu tahun penjara.

Tuntutan itu dibacakan bergantian oleh tim jaksa yang terdiri atas Z. Tadung Allo, Teddy Hartoyo, dan Suharto di pengadilan tindak pidana korupsi di gedung Upindo Jakarta kemarin. Terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti bersama-sama bersalah melakukan tindak pidana korupsi, tegas jaksa Z. Tadung Allo. Tidak ada alasan pembenar atau pemaaf bagi terdakwa, tambahnya.

Berdasarkan tuntutan itu, modus korupsi yang dilakukan terdakwa yaitu bekerja sama dengan Direktur CV Budi Jaya Facharani Suhaimi -menjadi terdakwa dalam berkas terpisah. Dalam pelaksanaannya, ternyata para pemenang tender tidak melaksanakan proyek. Pengadaan itu justru dilakukan Facharani yang sama sekali tidak ikut tender. KPK melihat ada mark up dalam proyek dan juga aliran uang kick back (pengembalian, Red) Rp 2 miliar dari Facharani ke RRI melalui Suratno.

Dalam pertimbangan tuntutan itu, banyak hal yang meringankan dibanding yang memberatkan. Hal yang memberatkan adalah perbuatan itu dilakukan saat pemerintah giat memberantas korupsi. Sedangkan yang meringankan, uang hasil korupsi Rp 2 miliar sebagian digunakan untuk Perjan RRI dan karyawan, terdakwa menyesali perbuatannya dan mempunyai tanggungan anak dan istri.

Seusai sidang, Suratno membantah telah merencanakan korupsi itu bersama Direktur Utama CV Budi Jaya Facharani Suhaimi. Saya tidak merencanakan. Yang mengadakan proyek itu tim panitia meski saya yang menandatangani kontrak, katanya.

Suratno juga tidak menerimakan tuntutan jaksa yang mengharuskan dirinya mengganti uang kerugian negara sekitar Rp 1,6 miliar. Dari uang Rp 2 miliar yang saya terima, semua sudah saya laporkan pada direksi. Kemudian uang itu dibelikan bus, mobil Avansa, hadiah Lebaran karyawan, dan sisanya disita KPK. Mengapa saya harus mengganti semua itu? keluhnya. (lin)

Sumber: Jawa Pos, 16 Februari 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan