Direktur Keuangan RRI Didakwa Korupsi
Meminta uang Rp 2 miliar.
JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menggelar sidang perdana kasus dugaan korupsi pengadaan barang di Radio Republik Indonesia (RRI) dengan terdakwa Suratno. Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi Suharto mendakwa Direktur Administrasi dan Keuangan RRI itu diduga melakukan korupsi, yang merugikan negara Rp 20,2 miliar.
Suharto mengatakan hal itu berawal dari rapat pada September 2003. Ketika itu, rapat dengan Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Perusahaan Jawatan RRI membahas rencana pengadaan barang untuk mendukung pelaksanaan Pemilihan Umum 2004. Namun, dalam rapat itu Ketua Panitia Pengadaan Satimo menyatakan tidak sanggup memenuhi kebutuhan barang tersebut karena waktunya terbatas.
Melihat kondisi tersebut, Suratno bertemu dengan para Direksi RRI pada Oktober 2003. Walhasil, disepakati pelaksanaan pengadaan barang dilaksanakan Fahrani Suhaimi, rekanan yang sering memasok barang di RRI. Ini bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 18/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Instansi Pemerintah, ujar Suharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemarin.
Setelah menunjuk langsung, kata Suharto, Panitia Pengadaan Barang membuat surat perjanjian. Isinya, penetapan harga antara RRI dan PT Duma Jaya Abadi sebesar Rp 2,9 miliar, PT Bunga Citra Lestari (Rp 20,9 miliar), dan PT Charmarista Gita Jaya (21,7 miliar). Tapi harga yang ditetapkan itu tidak berdasarkan harga perkiraan sendiri serta jauh di atas harga pasar sehingga diduga terjadi markup.
Suharto mengatakan, setelah penandatanganan untuk pencairan dana, terdakwa Suratno meminta uang kepada Fahrani sebesar Rp 2 miliar. Uang itu dibelikan beberapa mobil. Sisanya, sebesar Rp 300 juta, disimpan terdakwa, ujar Suharto.
Sementara itu, Bambang Suryowidodo, pengacara Suratno, menilai dakwaan penuntut umum tidak cermat. Proses pengadaan barang tidak sepenuhnya inisiatif Suratno, ujarnya. Menurut dia, kliennya selaku direktur di RRI hanya menerima masukan dari tim Panitia Pengadaan. Bambang juga membantah kliennya meminta uang kepada Fahrani. Uang itu diberikan Fahrani, dan klien kami tidak memintanya, ujar Bambang. RISKA S HANDAYANI
Koran Tempo, 18 Oktober 2005