Direksi Pertamina akan Buka Dokumen Penjualan Tanker [28/06/04]

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Laksamana Sukardi, menegaskan komisaris dan direksi PT Pertamina (pesero) akan membuka dokumen penjualan dua tanker raksasa (very large crude carrier/VLCC).

''Kami siap mengundang lembaga swadaya masyarakat (LSM) seperti Indonesian Corruption Watch (ICW) atau Government Watch (Gowa) agar tidak menimbulkan kecurigaan. Kami akan membeberkan dokumen secara transparan dan tidak saling curiga untuk menghindari asumsi yang tidak benar,'' kata Laksamana Sukardi yang juga Komisaris Utama Pertamina kepada wartawan di Surabaya, Jawa Timur, kemarin.

Menurutnya, sejauh ini Pertamina sudah bersikap transparan dengan menjelaskan isi dari dokumen penjualan tanker tersebut. Tetapi, yang muncul ke permukaan justru kecurigaan yang pada dasarnya sangat lemah.

Laksamana menegaskan bahwa penjualan dua tanker tersebut tidak lain sebagai upaya untuk menyelamatkan perseroan. Pasalnya, BUMN minyak dan gas (migas) tersebut kini sedang mengalami kesulitan keuangan baik dengan pemerintah maupun kreditor sebesar Rp17,7 triliun.

Sehingga arus keuangan (cash flow) Pertamina dalam kondisi kritis, padahal setiap bulan perusahaan harus menalangi pembayaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp3 triliun, ditambah lagi beban harga minyak yang tinggi saat ini.

''Apalagi cash flow waktu Desember 2003, kami membayar utang kepada pemerintah cukup besar sehingga juga nomboki subsidi BBM. Jadi, situasi dan kondisi perusahaan itu perlu penyegaran,'' ungkap Laksamana.

Dihubungi terpisah, anggota Komisi VIII DPR Cecep Rukmana mengatakan sampai kini pihaknya belum pernah mendapatkan penjelasan terbuka dari direksi maupun komisaris Pertamina mengenai perhitungan untung ruginya jika memiliki tanker VLCC tersebut.

''Kami tidak pernah mengetahui apakah tanker ini sudah dimasukkan dalam neraca keuangan Pertamina sebagai aset aktiva atau belum?'' jelas anggota Fraksi Reformasi itu.

Cecep menambahkan, jika Dewan telah memperoleh gambaran rinci mengenai perhitungan bisnis VLCC tersebut tentu akan mendapatkan perbandingan yang realistis. Sebab, opini yang berkembang semakin membingungkan. Untuk itu, Laksamana sebagai komisaris maupun direksi Pertamina harus menjelaskan secara terbuka kepada publik.

Yang mengherankan DPR, lanjut Cecep, adalah alasan direksi baru membatalkan emisi obligasi PT Pertamina Tongkang US$150 juta. Padahal, menurut rencana direksi lama, hasil dari penerbitan obligasi itu akan dipakai untuk membiayai pembangunan 12 tanker termasuk dua VLCC itu.

Apalagi, pada 2003 peringkat Pertamina cukup baik dan bunganya masih menarik karena tingkat pengembalian investasi dari kapal itu mencapai 11,83%.

Selain itu, ada tawaran lain dari Korean Exim Bank dan Mitsubishi dengan pola bare boat hire purchase (BBHP), yakni Pertamina menyewa kapal dari bank selama delapan tahun dan di akhir kontrak menjadi milik Pertamina dengan hanya bunga 6%.

Investasi migas

Sementara itu, dalam kesempatan terpisah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro mengatakan pemerintah optimistis bisa memperoleh investasi baru di sektor minyak dan gas bumi (migas) pada 2004 sebesar US$7,492 miliar (Rp67,5 triliun). Perkiraan tersebut terdiri atas investasi kegiatan eksplorasi sebesar US$779 juta, pengembangan US$2,097 miliar, produksi US$3,931 miliar, dan administrasi US$683 juta.

Dalam keterangan tertulisnya akhir pekan lalu, menurut Purnomo, perkiraan angka investasi baru ini berarti meningkat dibandingkan 2003 sebesar US$5,305 miliar.

Dia menambahkan, realisasi investasi baru di sektor migas pada tahun-tahun sebelumnya sudah cukup besar. Pada 2002 misalnya, mencapai US$5,438 miliar, 2001 mencapai US$4,202 miliar, 2002 US$3,921 miliar, 1999 US$4,048 miliar, 1998 US$4,418 miliar, dan 1997 US$4,772 miliar.

Meningkatnya nilai investasi itu diperkirakan akan turut meningkatkan cadangan minyak mentah nasional tahun ini menjadi 10,82 miliar barel, naik dibandingkan tahun sebelumnya 9,82 miliar barel. Hal serupa juga terjadi pada cadangan gas nasional yang mencapai 218,13 triliun kaki kubik (TCF), naik dibandingkan 2003 sebesar 198,13 TCF.

Peningkatan investasi tersebut juga tercermin dengan beroperasinya 27 kontraktor wilayah kerja migas tahun ini atau meningkat 12 kontrak wilayah kerja migas dari tahun sebelumnya.

Meskipun demikian, kalangan investor yang tergabung dalam Indonesia Petroleum Association (IPA) dan Kadin, menilai iklim investasi migas akan semakin baik jika dua peraturan pemerintah (PP) tentang kegiatan usaha hulu dan hilir migas diterbitkan tahun ini juga. Kini kedua draf PP hulu dan hilir migas tersebut masih berada di Sekretariat Negara (Setneg) menunggu persetujuan dari Presiden. (FL/Wis/E-2)

Sumber: Media Indonesia, 28 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan