Direksi Kiani Belum Tersentuh Kejaksaan

Satu dari 22 temuan itu menyebutkan, proses pengambilalihan dan pengelolaan kredit Kiani senilai Rp 1,8 triliun tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kejaksaan Agung belum memeriksa manajemen PT Kiani Kertas terkait dengan pengambilalihan aset dan kredit perusahaan tersebut oleh konsorsium Bank Mandiri, PT Anugra Cipta Investama, dan PT Nusantara Energy. Pemeriksaan Prabowo Subianto kemarin dalam kapasitasnya sebagai salah satu pemegang saham Nusantara Energy, Bukan sebagai Dirut Kiani, kata Wakil Direktur Utama Kiani Widjono Hardjanto kepada Tempo di Jakarta kemarin.

Selain Prabowo, kejaksaan beberapa waktu lalu juga telah memeriksa Boedi Tjahyono, yang merupakan salah satu direktur Nusantara. Hingga kini tidak ada pengurus Kiani (komisaris atau direksi) yang diperiksa atau bakal dipanggil ke gedung bundar, kata Widjono.

Pengurus Kiani, antara lain Komisaris Luhut Panjaitan, Komisaris Djohan Teguh Sugiyanto. Adapun anggota direksi, antara lain Elia Massa, Elizabeth P. Utomo, Rianggono P., Yosi Haryoso, dan Firdaus.

Fadli Zon--karib Prabowo--mengaku tidak mengetahui materi pemeriksaan kejaksaan terhadap Prabowo. Saya baru kembali dari luar kota, kata Fadli, yang juga Direktur Nusantara Energy. Dia menambahkan, yang mendampingi pemeriksaan Prabowo adalah Direktur Kiani Agus Suprayogi. Tapi hingga tadi malam, telepon seluler Agus tidak aktif.

Sejak dua pekan terakhir, kejaksaan melakukan pemeriksaan atas dugaan penyimpangan dalam proses pengambilalihan aset dan kredit Kiani dari BPPN pada 31 Oktober 2002. Setelah tidak hadir dalam panggilan pertama pekan lalu, Prabowo menjalani proses pemeriksaan selama 10 jam kemarin.

Pemeriksaan kejaksaan itu berdasarkan hasil temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pengelolaan kredit Bank Mandiri. Satu dari 22 temuan itu menyebutkan, proses pengambilalihan dan pengelolaan kredit Kiani senilai Rp 1,8 triliun tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Ketentuan yang dilanggar, antara lain pengambilalihan oleh konsorsium dilakukan menggunakan informasi atau dokumen yang sangat terbatas. Syarat penandatanganan perjanjian konsorsium juga belum terpenuhi-misalnya, ada kekurangan dana setoran Nusantara ke rekening penampung US$ 27,28 juta. Selain itu, persetujuan Dewan Komisaris Bank Mandiri baru diberikan setelah proses pengambilalihan Kiani dari BPPN ditandatangani.

Dalam laporan BPK juga disebutkan, Bank Mandiri menilai Kiani merupakan perusahaan yang masih berjalan normal. Produknya juga berorientasi ekspor dengan penghasilan dalam dolar. Intinya Kiani memiliki prospek cukup baik dan merupakan sumber dana (cash cow) bagi perusahaan. Padahal, menurut BPK, Kiani telah merugi empat tahun, memiliki rasio utang lebih besar dari modal, dan perusahaan itu tidak sehat.

Pengambilalihan kredit Kiani Kertas, kata BPK, juga mengabaikan opsi optimal bagi Bank Mandiri. Direksi Bank Mandiri justru memilih opsi yang justru menguntungkan Anugra Cipta, tulis BPK dalam laporannya. Intinya, tulis BPK, Bank Mandiri menentang prinsip kehati-hatian (prudent) perbankan. YURA SYAHRUL | ASTRI WAHYUNI|PADJAR

-------------
Jalan Panjang Kiani

4 APRIL 1991
Mohammad Bob Hassan mendirikan PT Kiani Kertas.

1996
Kiani mendapat pinjaman dari dana reboisasi Rp 250 miliar melalui Keppres Nomor 93/1996. Belakangan Departemen Kehutanan menyatakan, dana itu tidak jadi dikucurkan.

1997
Kiani mulai beroperasi secara komersial.

6 NOVEMBER 1998
Bob Hassan menyerahkan Kiani kepada BPPN, terkait dengan utang Bank Umum Nasional kepada negara Rp 8,917 triliun.

SEPTEMBER 2002
BPPN menawarkan pengambilalihan tagihan utang Kiani Rp 4,097 triliun kepada investor.

31 OKTOBER 2002
Bank Mandiri dan konsorsium PT Anugra Cipta Investa (didukung Prabowo Subianto dan Luhut Pandjaitan) mengambil alih tagihan utang Kiani dari BPPN dengan nilai Rp 1,8 triliun.

APRIL 2003
BPPN menawarkan saham Kiani kepada investor.

27 JUNI 2003
PT Vayola (perusahaan yang terkait dengan Prabowo Subianto) membeli seluruh saham Kiani senilai Rp 7,106 triliun. Bank Mandiri mendesak Vayola sebagai pemilik baru Kiani menggandeng investor baru untuk merestrukturisasi (membayar) utang Kiani.

NOVEMBER 2003
Bank Mandiri ditegur Bank Indonesia (BI) karena restrukturisasi utang Kiani terkatung-katung. Bank Mandiri terpaksa memasukkan utang Kiani senilai Rp 1,7 triliun ke dalam pos Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif. Sejak itu status kredit Kiani jadi kredit macet.

DESEMBER 2003
Bank Mandiri mengupayakan pengalihan hak tagih (cessie) utang di Kiani ke lembaga piutang negara, tapi ditolak BPPN. Bank Mandiri kemudian meminta perpanjangan waktu restrukturisasi utang Kiani, tapi ditolak BI.

OKTOBER 2004
Kiani mengalami krisis modal kerja. Agar beroperasi normal, perlu US$ 50 juta. Prabowo, melalui Nusantara Energy, menyetor modal US$ 15 juta (Rp 35 miliar).

DESEMBER 2004
Bank Mandiri merestrukturisasi utang Kiani yang sudah membengkak menjadi Rp 2,2 triliun dengan Prabowo.

MARET 2005
BPK menyerahkan hasil audit atas pengelolaan kredit Bank Mandiri kepada DPR. Salah satu poinnya mempersoalkan pengambilalihan tagihan utang Kiani oleh Bank Mandiri dan konsorsium pada 31 Oktober 2002.

MEI 2005
Tim Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung mencurigai adanya tindak pidana korupsi dalam proses pengambilalihan tagihan utang Kiani.

5 JULI 2005
Prabowo diperiksa.

YURA | BERBAGAI SUMBER

Sumber: Koran Tempo, 6 Juli 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan