Diperkuat, Peran Antikorupsi BPK; Hasil Audit BPK-BPKP Bisa Langsung Digunakan Penyidik

Peran lembaga audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan) akan ditingkatkan untuk ikut mempercepat pemberantasan korupsi di tanah air. Hasil audit BPK dan BPKP akan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kepentingan penyidikan polisi, jaksa, maupun KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

Pemberdayaan peran BPK dan BPKP menjadi salah satu tema utama dalam rapat terbatas soal pemberantasan korupsi antara empat lembaga yang dipimpin Wapres Jusuf Kalla di Istana Wapres kemarin. Rapat tersebut dihadiri Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, Ketua KPK Taufiquerrahman Ruki, Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin, dan Ketua BPK Anwar Nasution.

Pertemuan yang berlangsung 1,5 jam mulai pukul 15.30 itu menyepakati bahwa BPKP, KPK, BPK, Kejagung, dan Departemen Hukum dan HAM akan mempererat kerja sama dalam rangka percepatan pemberantasan korupsi. Pembentukan kerja sama ini sebenarnya merupakan tindak lanjut terbitnya Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam jumpa pers seusai rapat, Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki menjelaskan, selama ini hasil audit BPK dan BPKP tidak bisa dimanfaatkan aparat penegak hukum untuk menyidik tindak pidana korupsi yang terjadi pada objek yang diperiksa. Selama ini dirasakan bahwa KPK jalan sendiri, BPKP dan BPK jalan sendiri, kata Ruki.

Ironisnya, menurut dia, jika menemukan adanya dugaan korupsi pada suatu lembaga tertentu, KPK, kepolisian, atau kejaksaan harus meminta BPKP atau BPK mengaudit dulu. Padahal, BPK dan BPKP telah secara rutin memeriksa lembaga-lembaga negara.

Ke depan diharapkan tidak lagi begitu. Hasil pemeriksaan atau investigasi BPK dan BPKP akan menjadi lebih tanggap dan jelas menemukan prosedur apa yang salah. UU mana yang dilanggar, PP mana yang dilanggar, kerugian negara berapa dan sebagainya, jelasnya. Dengan demikian, diharapkan jalannya penyidikan korupsi yang dicurigai pada pengelolaan APBN maupun APBD bisa dilakukan lebih baik dan lebih cepat.

Jaksa Agung Abdul Rahman menambahkan, dalam pertemuan itu juga disepakati pembentukan tim kecil untuk menjalin kerja sama antarlembaga. Tim tersebut bertugas mencari solusi dari permasalahan yang muncul dalam pemberantasan korupsi.

Tim itu diberi waktu seminggu untuk menyiapkan rancangan awal. Untuk benar-benar menjadikan pemberantasan korupsi lewat penegakan hukum lebih sukses, jelas Jaksa Agung. Sebab, menurut dia, dalam rapat dengan Wapres itu telah teridentifikasi beberapa masalah yang menghambat pemberantasan korupsi. Dia mencontohkan soal perlindungan saksi, lamanya perizinan, serta pembuktian terbalik.

Hal senada diungkapkan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin. Menurut mantan anggota KPU ini, pada prinsipnya tim kecil tersebut secara penuh mendukung KPK. Kedua, untuk menguatkan kinerja jaksa agung sebagai lembaga negara dalam hal penyidikan. Saling melengkapi, papar Hamid. Khusus untuk BPK, menurut Hamid, adalah pihak yang menyuplai data kepada setiap lembaga aparat hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan KPK. Sehingga, ketika data itu ada, langsung di-follow up-i. Tidak lagi melalui saluran atau birokrasi yang berkepanjangan, jelasnya.

Sayangnya, Hamid tak menjawab konkret saat ditanya soal sikap pemerintah terhadap kasus korupsi masa lalu, seperti kasus mantan Presiden Soeharto. Di dalam percakapan dengan Bapak Wapres banyak disoroti masalah kasus perbankan yang melibatkan dana ratusan miliar bahkan triliunan rupiah. Itu yang menjadi highlight case, sehingga tim ini nanti fokusnya ke situ, tuturnya.

Ketua BPK Anwar Nasution mengatakan, lembaganya akan melakukan audit investigasi pada setiap pemeriksaan. Tujuannya, data hasil pemeriksaan BPK dan BPKP bisa dipahami lembaga penegak hukum sehingga bisa segera dilakukan proses penyidikan.

Namun, Anwar mengeluhkan adanya tumpang tindih perundangan yang ada saat ini. Dia mencontohkan UU BUMN dan UU Yayasan. Nanti kita revisi agar jangan ada lagi tumpang tindih, tegas mantan deputi gubernur senior BI ini. (ssk)

Sumber: Jawa Pos, 22 Desember 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan