Diperiksa, Burhan Belum Ditahan; KPK Bantah karena Surat dari Pengacara

Laju pemeriksaan kasus aliran dana Bank Indonesia (BI) yang ditangani KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) terus berjalan. Kemarin giliran Burhanuddin Abdullah, orang nomor satu di BI, yang diperiksa.

Tapi, gubernur BI yang sudah berstatus tersangka itu masih bernasib baik. Sebab, usai diperiksa, dia tak langsung ditahan. Itu berbeda dengan dua tersangka lain yang juga anak buah Burhanudin. Mereka adalah Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong dan pimpinan BI Surabaya Rusli Simanjuntak.

Berdasarkan surat rahasia Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada KPK tertanggal 14 November 2006, saat menjabat deputi direktur Direktorat Hukum, Oey disebut-sebut menyalurkan dana Rp 68,5 miliar kepada para mantan pejabat BI yang terlibat suatu kasus.
Sedangkan Rusli disebut-sebut bersama Asnar Ashari menyalurkan dana Rp 31,5 miliar kepada anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004, termasuk Antony Zeidra Abidin yang sekarang menjabat wakil Gubernur Jambi.

Oey dan Rusli ditahan setelah diperiksa KPK pada Kamis pekan lalu (14/02). Oey ditahan di Rutan Polda Metro Jaya, sedangkan Rusli ditahan di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua Depok.

Menurut Humas KPK Johan Budi SP, pihaknya memang tidak merencanakan penahanan Burhanuddin. Dia (Burhanuddin) tidak ditahan bukan karena surat permohonan (dari kuasa hukum, Red), tapi memang tidak ada rencana, ujarnya di gedung KPK kemarin (20/2).

Ketika diperiksa kemarin, tim pengacara Burhanuddin memang menyiapkan surat permohonan agar kliennya tak ditahan. Hal itu diakui kuasa hukum Burhanuddin, Amir Syamsuddin. Dia mengatakan, pembuatan surat itu merupakan standar pembelaan dalam proses hukum. Yang jelas, beliau (Burhanuddin) masih banyak dokumen yang harus dia baca, ujarnya.

Dia menambahkan, soal penahanan kliennya masih terlalu jauh. Sebab, baru kali pertama diperiksa. Soal tugas dan wewenang seorang gubernur BI dan anggota dewan gubernur. Masih seputar itu, ujarnya, ketika ditanya soal materi pemeriksaan.

Dia menjamin kliennya akan bersedia memenuhi setiap panggilan KPK. Ketika ditanya soal surat yang dipersiapkan agar kliennya tak ditahan, itu diakui Amir.

Sebelumnya, kuasa hukum yang lain, M. Assegaf, mengungkapkan bahwa pihaknya memang mengajukan surat permohonan agar kliennya tidak ditahan. KPK kita harap mempertimbangkan dampak-dampak kalau menahan Burhan. Penahanan itu kan harus ada urgensinya, ada kepentingan mendesak seseorang perlu ditahan atau tidak, tuturnya. Dia juga menjamin, Burhanuddin akan menunjukkan sikap kooperatif selama pemeriksaan.

Assegaf menilai, urgensi penahanan terhadap kliennya tidak ada.

Barang bukti sudah dipegang KPK semua, staf gubernur sudah memberikan jaminan, keluarga juga. Jadi, mudah-mudahan alasan mendesak tidak ada lagi, ujarnya.

Selain kuasa hukum, secara institusi, BI mengajukan permohonan agar Burhanuddin tak ditahan. Tapi, saya tidak tahu alasannya, ujar Assegaf. Tapi, dari informasi yang diperoleh Jawa Pos, itu terkait dengan rencana konferensi bank sentral se-Asia Tenggara yang akan dilaksanakan di Indonesia awal Maret mendatang.

Assegaf menjelaskan, dalam kasus tersebut, kliennya dijerat dengan pasal 2, pasal 3, pasal gratifikasi, dan pasal pemberian dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Di bagian lain, usai delapan jam diperiksa, Burhanuddin yang keluar dari gedung KPK Kuningan pukul 18.15 tampak pucat dan lesu. Rombongan staf humas dan protokoler serta staf internal BI setia menunggu jalannya pemeriksaan. Mereka bahkan membentuk pagar betis menyambut Burhanuddin yang keluar dari pintu kaca gedung KPK menuju ke halaman gedung.

Kepada wartawan, Burhan -panggilan akrab Burhanuddin- yang kemarin mengenakan jas hitam mengungkapkan, dirinya menghormati proses yang sedang berjalan di KPK. Secara pribadi, saya merasa prihatin. Ini masih dalam proses awal, perjalanan masih panjang, katanya. Dia berharap, KPK dapat memproses kasus tersebut sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Sayang, usai menyampaikan beberapa kalimat, dia enggan menjawab pertanyaan yang dilontarkan para wartawan. Diapit petugas keamanan yang menjaganya, pria paro baya asal Garut itu langsung memasuki Kijang Innova hitam No B 8017 VB.

Menanggapi tak ditahannya Burhan, anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo berpendapat, KPK seharusnya memperlakukan hal yang sama kepada ketiga tersangka. Jangan sampai muncul isu diskriminatif setelah isu tebang pilih diembuskan kepada KPK jilid pertama, ujarnya.

Semakin cepat ditahan, lanjut dia, akan semakin cepat pula pengusutan yang dilakukan KPK. Dengan begitu, tak ada lagi alasan dia harus memimpin rapat atau tugas luar. Orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka seharusnya tak lagi melakukan kerja publik atau mengatasnamakan instansi, tambahnya. (ein/kum)

Sumber: Jawa Pos, 21 Februari 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan