Dipanggil KPK, Dirut Garuda Tak Berkomentar

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin serius mengungkap dugaan korupsi di PT Garuda Indonesia (GI). Setelah memeriksa direktur dan mantan direktur serta seorang general manager, kemarin giliran Dirut Emirsyah Satar dimintai keterangan.

Dia diperiksa di gedung KPK sejak pukul 10.00 hingga pukul 15.00. Namun, lelaki yang mengenakan batik cokelat itu tidak mau berkomentar. Permasalahannya kompleks. Kalau dijelaskan, sangat panjang, ungkapnya ketika kembali ke KPK usai salat Jumat di Istana Negara.

Sambil berjalan cepat, mantan wakil direktur utama Bank Danamon tersebut tetap mengelak. Maaf, lain kali saja, ujarnya lalu menaiki tangga ke ruang pemeriksaan KPK.

Setelah diperiksa, Emir juga bungkam. Pengganti Indra Setiawan tersebut langsung memasuki Camry hitam berpelat nomor B 8716 CM yang menunggu di depan pintu. Saya sedang ditunggu. Saya buru-buru, tegasnya sambil memasuki mobil.

Pemeriksaan tersebut terkait dengan penggantian sistem penjualan tiket secara manual ke billing settlement plan (BSP). Diduga, hal itu justru merugikan PT GI USD 800 juta per tahun. Setoran yang seharusnya dilakukan tanggal 17 setiap bulan sering melewati jatuh tempo antara tiga sampai enam hari. Akibatnya, dana operasional Garuda terganggu. Sebaliknya, BSP menikmati overnight interest.

BSP juga membuat birokrasi penjualan menjadi panjang. Sehingga, para biro enggan memasarkan tiket domestik Garuda. Hal itu menurunkan angka penjualan.

Humas PT GI Pujobroto mengaku, pemanggilan Emir tersebut berkaitan dengan penerapan sistem BSP. Tidak benar jika dikatakan bahwa Pak Emir diperiksa KPK, tegasnya.

Dia menjelaskan, BSP merupakan sistem pengelolaan keagenan yang lazim diterapkan Asosiasi Perusahaan Penerbangan Internasional atau International Air Transport Association (IATA). Sistem tersebut digunakan oleh 261 maskapai yang menjadi anggota IATA.

Pihaknya akan kooperatif kepada KPK. Sebab, Garuda juga berkomitmen memberantas KKN. Selama ini, Garuda telah menjalin kerja sama dengan aparat penegak hukum. Pada 3 Juli 2006, Garuda melaporkan penyalahgunaan tiket oleh karyawan yang melibatkan pihak luar ke Polda Bali. Sebelumnya, kami juga melaporkan beberapa dugaan korupsi ke KPK, ungkapnya.

Kasus-kasus tersebut, antara lain, macetnya dana Yayasan Kesejahteraan Pegawai Garuda (YKPGA) yang diinvestasikan dalam reksadana. Juga, kasus outstanding di SBU Kargo Garuda Indonesia. Keduanya dilaporkan pada 22 September 2005, katanya.

Garuda bahkan juga melaporkan kasus SBU kargo tersebut pada 9 Februari 2006 karena tidak kunjung diproses KPK. Garuda juga membentuk tim investigasi yang akan menyelidiki dugaan mark-up dalam pengadaan pesawat A-330-300. (ein)

Sumber: Jawa Pos, 12 Agustus 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan