Dinilai Menyalahi Aturan Pegawai Negeri; Kejati Usut Korupsi Pemkab Sidoarjo
Kejaksaan Tinggi Jatim mengusut kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo yang merugikan negara hingga Rp 2,3 miliar. Kasus tersebut menyangkut pendirian dan pengoperasian PT Sidoarjo Membangun 2002 oleh Pemkab Sidoarjo.
Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim Hartadi menjelaskan, kasus itu bermula pada tahun 2002, ketika Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo mendirikan sebuah perusahaan, PT Sidoarjo Membangun 2002. Manajemen di perusahaan itu rupanya juga diisi para pejabat Pemkab Sidoarjo, yang notabene adalah pegawai negeri sipil (PNS). Perusahaan itu didirikan untuk membebaskan tanah di beberapa lokasi di Sidoarjo. Tanah itu milik warga, kata Hartadi, Kamis (26/4) di Kejati Jatim. Pembelian tanah itu dilakukan sejak tahun 2002.
Dia menambahkan, pendirian PT Sidoarjo Membangun 2002 rupanya menggunakan dana APBD Kabupaten Sidoarjo tahun anggaran 2002. Tanah yang dibeli itu kemudian dijual kembali kepada Pemkab Sidoarjo. Hartadi menyebutkan, penjualan tanah kepada pemerintah itu yang diindikasikan terjadi penyimpangan.
Namun, dia enggan menyebutkan luas tanah yang dibeli perusahaan dari warga. Dia juga menolak menyebutkan jumlah total pembelian tanah tersebut. Ini yang akan kami sidik, berapa sebenarnya luas tanah yang dibeli, di mana saja lokasinya, berapa nilai pembeliannya, dan peruntukan tanahnya, ujarnya.
Hartadi melanjutkan, selain adanya dugaan penyimpangan penggunaan dana APBD itu, Pemkab Sidoarjo juga menyalahi aturan dengan membentuk perusahaan yang diisi para PNS. Apabila pemkab membeli tanah dari sebuah perusahaan swasta, katanya, tentu tidak akan jadi masalah.
Pakar hukum tata negara Universitas Surabaya, Eko Sugitaryo, menjelaskan, seluruh kewajiban dan larangan PNS sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri. Pegawai negeri tidak boleh memiliki saham dan membentuk perusahaan setingkat PT dan CV, katanya. Dia melanjutkan, ancaman terberatnya adalah pemberhentian pegawai bersangkutan.
Larangan pegawai negeri mendirikan perusahaan itu tertuang pada Pasal 3 Ayat 1 huruf o-q PP No 30/1980. Pada huruf q, misalnya, dengan tegas disebutkan, PNS dilarang melakukan kegiatan dagang, resmi maupun sambilan, menjadi direksi, pemimpin, atau komisaris perusahaan swasta.
Kepala Kejati Jatim Marwan Effendy mengatakan, pihaknya sudah memeriksa PT Sidoarjo Membangun 2002. Meski masuk tingkat penyidikan sejak pekan lalu, Kejati Jatim belum menentukan tersangka. Nilai kerugian negara akibat aktivitas perusahaan itu sebesar Rp 2,3 miliar, katanya.
Kejati Jatim juga sudah memeriksa 10 jajaran direksi perusahaan itu, di antaranya Deddy Ajiwijaya, Direktur Utama PT SM 2002 pada tahun 2002; Muchammad Rochani, komisaris utama perusahaan tahun 2002; Muhammad Tamat, direktur utama perusahaan tahun 2004; dan Muhammad Husni Thamrin, komisaris tahun 2002. Jajaran direksi itu juga menjadi pegawai Pemkab Sidoarjo. Kemarin Deddy kembali diperiksa di Kejati Jatim seputar tanah yang dijual perusahaan kepada Pemkab Sidoarjo. Untuk menangani kasus ini, Kejati Jatim bekerja sama dengan tim penyidik Kejaksaan Negeri Sidoarjo. (AB8)
Sumber: Kompas, 27 April 2007