Dijaga Ketat di Sel Khusus, Buron Kayu yang Ditangkap di Beijing
Buron kasus illegal logging (pembalakan kayu liar) Adelin Lis yang ditangkap di Beijing, Tiongkok, sudah ditahan di Mapolda Sumatera Utara. Pengusaha berusia 49 tahun itu dijebloskan ke penjara polisi dengan penjagaan ekstraketat petugas Brimob dan Reserse Kriminal Polda Sumut.
Kami tidak ingin kecolongan. Di Beijing saja tersangka bisa menyewa orang-orang bayaran. Mereka berusaha membebaskan tersangka dengan menyerang staf KBRI, ujar Direktur Reskrim Polda Sumut Kombes Pol Ronny F. Sompie ketika dihubungi Jawa Pos tadi malam.
Adelin ditempatkan di ruangan berukuran 4 x 4 meter. Untuk menuju ke ruangan tersebut, seseorang harus melalui tiga pintu yang masing-masing digembok rapat. Tak cuma itu, 12 petugas bersenjata lengkap terlihat berjaga-jaga di pintu terluar.
Menurut Ronny, penjagaan sangat ketat terhadap bos PT Inanta Timber dan PT Keang Nam itu merupakan instruksi langsung dari Kapolda Sumut Irjen Pol Bambang Hendarso.
Sikap hati-hati juga dilakukan terhadap kemungkinan tersangka mengaku atau mengeluh sakit. Ini untuk mengantisipasi kemungkinan tersangka melarikan diri atau diselamatkan teman-temannya seperti di Beijing, sambungnya.
Ronny mengatakan, polisi akan mendatangkan dokter jika tersangka mengeluh sakit. Tapi, jika ternyata memang tersangka benar-benar mengidap penyakit serius, polisi akan membawanya ke rumah sakit dengan pengawalan ketat. Tapi, sampai saat ini, kondisi tersangka tampak sehat. Dia tidak mengeluh sakit, jelas mantan Kapolresta Sidoarjo itu.
Meski sudah dikerangkeng, hingga kemarin, Adelin belum diperiksa penyidik polisi. Menurut Ronny, pemeriksaan belum dilakukan karena tersangka tidak didampingi pengacara. Adelin juga belum dikunjungi keluarganya. Tersangka langsung kami periksa begitu didampingi kuasa hukumnya, katanya.
Adelin dijerat UU Korupsi, UU Pencucian Uang, UU Lingkungan Hidup, dan UU Kehutanan. Dia diancam hukuman pidana 10-15 tahun penjara dan denda Rp 15 miliar. Polisi sendiri telah meminta Menkum dan HAM untuk mengizinkan penyitaan harta tersangka yang telah merugikan negara ratusan triliun rupiah itu.
Kasus tersangka disidik sejak 24 Januari 2006 setelah Polda Sumut menemukan bukti perambahan hutan secara liar oleh PT Inanta Timber dan PT Keang Nam di Kab Madina (Mandailing Natal), Sumut. Saat itu, polisi menangkap beberapa orang yang sedang bekerja di hutan. Kemudian, polisi menggerebek rumah Adelin Lis di Medan. Tapi, dia sudah kabur.
Pada 22 Februari 2006, Polda Sumut mengeluarkan DPO (daftar pencarian orang) atas nama tersangka Adelin, Adenan Lis (kakak Adelin), dan Lee Suk Man, warga Korea. Pada 29 Maret 2006, Polda Sumut mengajukan permohonan cekal kepada jaksa agung. Lalu, pada 29 Juni 2006, ketiga tersangka dinyatakan cekal oleh jaksa agung.
Setelah kabur keluar negeri sejak empat bulan lalu, Adelin ditangkap petugas KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) di Beijing. Dia disergap ketika sedang memproses perpanjangan paspor di KBRI.
Adelin tidak melawan ketika ditangkap. Tapi, dia pura-pura sakit sehari setelah ditangkap. Dia minta diantar ke RS Sino-German, hanya 10 menit perjalanan dari KBRI. Namun, keluar dari rumah sakit, empat staf KBRI plus sopir yang mendampingi Adelin diserang 20 laki-laki Tiongkok. Mereka menghajar kelima pengantar Adelin tersebut hingga babak belur. Beruntung, dengan bantuan polisi Tiongkok, Adelin yang hampir berhasil kabur itu dapat diringkus lagi.
Karena itu, lanjut Ronny, sepanjang perjalanan dari Jakarta menuju Medan, tersangka dikawal ketat. Termasuk, di Medan tersangka dinaikkan ke kendaraan taktis (rantis) polisi dengan pengawalan ketat satu peleton pasukan.
Ronny berjanji mengusut tuntas kasus itu. Termasuk, kemungkinan adanya orang-orang yang membantu pelarian tersangka. Petunjuk Kapolri sudah jelas. Kasus korupsi dan illegal logging jadi atensi polisi, tegasnya.
Dari catatan Jawa Pos, Ronny punya pengalaman menangani kasus kayu dengan tersangka cukong kayu kakap sekelas Adelin. Ketika menjadi Kabag Tipiter di Polda Jatim, dia pernah menangkap Sundono, raja kayu di Jatim. Saat itu, kebetulan Direskrimnya Bambang Hendarso yang kini menjadi Kapolda di Sumut dan Kapolda Jatim ketika itu Sutanto yang sekarang menjadi Kapolri.
Pada saat itu, Sundono berusaha menyuap petinggi Polda Jatim untuk mendapatkan penangguhan penahanan. Termasuk, kepada Kapolda Sutanto dengan membawa uang tunai Rp 2 miliar. Tapi, Sutanto menolak mentah-mentah dan memerintahkan anak buahnya untuk terus memproses kasus Sundono. Tapi, Pengadilan Negeri Surabaya malah memvonis bebas Sundono.
Adelin akan bernasib seperti Sundono? Jika melihat track record Kapolri Sutanto, Kapolda Bambang Hendarso, dan Direskrim Ronny F. Sompie, dipastikan polisi bakal sangat tegas kepadanya. Tapi, bagaimana setelah proses dari kepolisian, entahlah.
Yang terang, dalam kasus tersebut, lima orang di antara sembilan tersangka yang ditangkap Polda Sumut sebelum Adelin sudah menjalani proses hukum. Mereka adalah Nirwan Rangkuti (P2 SKSHH), Tohir (Kasubdis Bina Produksi), Zainal Abidin (pejabat pos pengamanan laut), Soesilo Setiawan (manajer perwakilan PT Keang Nam), dan Jonnes Purba (nakhoda). Jonnes telah divonis bebas. Yang lain divonis penjara enam bulan hingga sepuluh bulan, terang Ronny.
Sementara itu, pengacara Adelin, Sakti Hasibuan, A. Gusri, dan Mangasi Simbolon membantah bahwa kliennya bersalah. Menurut Hasibuan, Adelin juga memiliki iktikad baik untuk menjelaskan kasus illegal logging yang dituduhkan kepadanya. Kalau tidak punya iktikad baik, dia pasti telah menukar atau memalsu identitasnya. Tapi, kenyataannya kan tidak, tambah Hasibuan.
Menurut dia, Adelin juga pernah berkirim surat ke Kapolda sebelum pergi ke luar negeri. Dia berjanji bersikap kooperatif kepada polisi asalkan ada jaminan tidak langsung ditahan selama penyidikan. Adelin pasti bersedia ditahan jika pengadilan sudah memutus perkaranya, katanya. (mam/dmp/jpnn)
Sumber: Jawa Pos, 11 September 2006