Dihuni Istri Muda Rumah Mantan Wali Kota Banda Aceh Disita [04/06/04]

Kejaksaan Tinggi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) menyita tanah berikut dengan rumah milik mantan Wali Kota Banda Aceh Zulkarain, tersangka korupsi Rp3,5 miliar. Rumah itu dihuni istri mudanya.

Kepala Kejati NAD, Andi Amir Achmad melalui salah seorang anggota penyidik, M Andan kepada wartawan di Banda Aceh, Kamis, menyatakan, penyitaan rumah tersangka Zulkarnain tersebut dilakukan pada Rabu (2/6).

Disebutkan, penyitaan tersebut dilakukan setelah mendapat surat izin dari Pengadilan Negeri Banda Aceh yang dikeluarkan pada 29 Mei 2004.

Rumah tersebut berlokasi di Jl Salam No 22 Lampriet, Kuta Alam, Banda Aceh, yang berada di atas tanah seluas 630 m2.

Rumah yang dihuni istri muda tersangka dan pernah gagal disita tim jaksa beberapa waktu lalu, kini kondisinya kosong melompong.

Beberapa tetangga menyebutkan, setelah rumah tersebut gagal disita pihak kejaksaan, istri muda Zulkarnain telah mengosongkan rumah itu. Harta benda yang pernah menghiasi isi rumah besar itu diboyong dan dipindahkan ke tempat lain.

Bahkan dari berbagai sumber disebutkan, rumah itu sudah pindah tangan dan dibeli seorang pengusaha yang bertempat tinggal di kawasan Ulee Kareng, Banda Aceh.

Namun, Adnan menyatakan, pihaknya tidak tahu menahu apakah rumah ini sudah dibeli oleh pihak lain. Kalau memang sudah pindah tangan, pihak ketiga yang kini memiliki rumah itu supaya berurusan saja nanti di pengadilan.

Dengan penyitaan tersebut, maka pihak kejaksaan menyelamatkan uang negara mencapai Rp700 juta, karena rumah di Lampriet itu beserta tanahnya bernilai sekitar Rp700 juta, jelasnya.

Selain itu, lanjut Adnan, kejaksaan juga telah menyita harta tak bergerak milik tersangka senilai Rp450 juta yang berada di Kabupaten Pidie.

Dijelaskan, harta Zulkarnain yang disita di Kota Sigli berupa dua petak tanah beserta isinya, masing-masing tanah seluas 563,7 m2 dan 666 M2, dan salah satu dari lokasi tanah yang disita itu ada bangunan berupa rumah permanen.

Kami perkirakan harga tanah tersebut beserta isi di dalamnya memiliki nilai Rp 450 juta, sebab bangunan yang berada di dalamnya bukan rumah mewah, ungkapnya.

Dalam kasus tersebut, pihak kejaksaan juga sedang mencari sebuah mobil CRV warna putih yang dulunya menggunakan plat BL-1-YZ, namun, mobil itu diyakini juga sudah pindah tangan, dan plat nomor polisinya sudah berubah.

Kami sudah minta bantuan Polda NAD, untuk menyita mobil tersebut. Kami tidak peduli, walaupun mobil itu sudah pindah tangan dan menggunakan nama orang lain. Bisa saja orang lain yang membeli mobil itu akan diproses, karena sudah tahu mobil itu dalam masalah kenapa dibelinya, ujar Adnan.

Berhasilnya menyita harta bergerak milik tersangka, maka pihak kejaksaan akan segera melimpahkan berkas ke Pengadilan negeri Banda Aceh untuk disidangkan, katanya.

Tersangka Zulkarnain yang ditahan penyidik Kejaksaan Tinggi NAD sejak 15 Januari 2004 dituduh telah menyelewengkan dana Pemberdayaan ekonomi Rakyat (PER) sebesar Rp3,5 Miliar semasa dia menjawab Wali Kota Banda Aceh.

Selain Zulkarnain, dalam kasus dana PER tersebut juga terdapat dua tersangka lainnya, yakni Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Kesejahteraan Sosial (BPMKS) Kota Banda Aceh, Drs Tarmizi R dan Pimpinan proyek dana PER T Surya. Berkas kedua tersangka tersebut telah dilimpahkan ke PN Banda Aceh beberapa hari lalu.

Ketiga tersangka tersebut kini resmi menjadi tahanan kejaksaan yang kini dititipkan di Lembaga Pemasyarakat (LP) Keudah, Banda Aceh.

Adnan menyatakan, penyelewengan dana PER tersebut dilakukan dengan cara mentransfer dana tersebut dari Bank Pembangunan Daerah (BPD) NAD di Banda Aceh ke rekening pribadi Zulkarnain di Bank Mandiri Jakarta Tamrin.

Transfer dana tersebut dilakukan oleh Bendahara proyek, Ny. Asmah, dalam dua gelombang, yakni pada 10 Februari 2003 senilai Rp3 miliar dan sisanya senilai Rp500 juta pada 5 Maret 2003.

Asmah melakukan transfer tersebut atas perintah Kepala BPMKS dan persetujuan Pimpro PER.

Para tersangka tersebut diancam melanggar pasal 2-3 Undang-undang No.20 tahun 2001 tentang anti korupsi dengan ancaman hukuman penjara antara 1-20 tahun dan denda paling tinggi Rp1 miliar. (Ant/O-1)

Kompas, 4 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan