Diduga Membuat Putusan Palsu

Pono diduga memiliki hubungan saudara dengan Harini Wiyoso.

Kelima pegawai Mahkamah Agung yang ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi diduga terlibat skandal pembuatan putusan palsu perkara Probosutedjo. Mereka bertindak sebagai makelar dengan membuat putusan fiktif untuk mendapatkan uang dari pihak yang beperkara.

Ketua Muda MA Bidang Pengawasan Gunanto Suryono mengatakan, bagi pegawai MA membuat putusan fiktif itu tidaklah sulit. Apalagi, kata dia, pada setiap putusan tidak terdapat tanda tangan Hakim Agung yang memeriksa perkara tersebut. Saban hari pegawai mengetik putusan. Dalam putusan, cuma ditulis TTD (tertanda) Hakim Agungnya, kata Gunanto kemarin di Jakarta.

Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap seorang mantan hakim tinggi Pengadilan Tinggi Yogyakarta Harini Wiyoso dan lima staf MA pada Jumat (30/9) pekan lalu. Kelima karyawan itu adalah Sriyadi, Sudi Ahmad, Suhartoyo, Malam Pagi Sinohadji, dan Pono Waluyo. Mereka ditangkap bersama barang bukti uang US$ 400 ribu dan Rp 800 juta karena diduga berusaha memuluskan perkara kasasi Probosutedjo.

Gunanto mengatakan, MA belum memutuskan perkara Probosutedjo. Majelis kasasi yang terdiri atas Bagir Manan, Parman Soeparman, dan Usman Karim masih memeriksa perkara kasasi kasus dana reboisasi Menara Hutan Buana yang diduga merugikan negara Rp 100,9 miliar itu.

Menurut Gunanto, otak pelaku skandal ini adalah Pono Waluyo yang menjabat staf bagian perjalanan MA. Pono diduga memiliki hubungan saudara dengan Harini Wiyoso. Mungkin karena Pono bisa ngibul. Kalau saudara kan belum tentu bohong, ujarnya.

Sementara itu, tersangka Sudi Ahmad, kata Gunanto, pernah terlibat kasus yang sama. MA pernah mengusulkan memecat Sudi. Tapi, kata Gunanto, karena Sudi mengajukan banding, pemecatan belum bisa dilakukan. Perkaranya kini masih di Badan Pengurus Kepegawaian.

Adapun tersangka Malam Pagi Sinohadji yang menjabat Kepala Bagian Umum Biro Kepegawaian, kata Gunanto, pernah berusaha mendekati Ketua MA Bagir Manan. Dilakukan melalui teman, ajudan, dan sekretaris, tapi tidak berhasil, ujarnya.

Menghadapi hal ini, Gunanto menyatakan memperketat pengawasan terhadap pegawai MA. Sasaran saya lapangan parkir, kantin, dan wartel karena disinyalir tempat transaksi perkara, ujarnya. EDY CAN

Sumber: Koran Tempo, 6 Oktober 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan