Diduga Mark Up, PLN Dilaporkan ke KPK
Belum selesai kasus dugaan korupsi PLTG Borang ditangani para penegak hukum, Perusahaan Listrik Negara (PLN) kembali diperkarakan. Kali ini pelapornya gabungan LSM yang menamakan diri Forum Peduli Listrik (FPL). FPL melaporkan PLN ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi proyek IT dari PLN Distribusi Jakarta Raya ke PLN Distribusi Jawa Timur.
Menurut anggota DPD Marwan Batubara yang ikut dalam rombongan pelapor, PLN Distribusi Jatim menunjuk langsung dua perusahaan rekanan, yaitu PT Netway Utama dan PT Altelindo Karyamandiri, dalam pengadaan proyek customer management system (CMS).
Nilai CMS tersebut Rp 1.980 per pelanggan per bulan. Apabila dikalkulasikan sesuai jumlah pelanggan, nilai pengadaannya mencapai Rp 360,36 miliar. Indikasi kerugian negara dalam proyek itu sekitar Rp 193 miliar, tambah anggota DPD asal DKI Jakarta itu.
Nilai proyek CMS dianggap terlalu besar dan kental dengan nuansa mark up. Padahal, tipikal proyek tersebut sama dengan proyek IT, yakni customer information system (CIS) di PLN Distribusi Jakarta. Hanya namanya yang berubah.
Nilai proyek di PLN distribusi Jakarta yang senilai Rp 125 miliar itu diserahkan kepada PT Netway Utama Sistem. Proyek itu bertujuan untuk melakukan komputerisasi terhadap proses bisnis di PLN yang berkaitan dengan sistem tata usaha langganan (TUL) fungsi pertama sampai keenam yang berlaku untuk seluruh wilayah PLN di Indonesia.
Meski nilainya lebih kecil, pada 2005, pengadaan proyek CIS juga dilaporkan ke KPK. Diduga ada potensi kerugian negara sekitar Rp 54,4 miliar dalam proyek tersebut. Jangan sampai pelanggan dirugikan dengan ongkos pelayanan yang besar ini, ujarnya.
Selain proyek IT tersebut, FPL mendesak KPK untuk mengambil alih kasus Borang dari kepolisian dan kejaksaan. Mangkraknya kasus Borang yang melibatkan Direktur PLN Eddie Widiono lebih dari delapan bulan merupakan hal tak wajar.
Kasus yang diduga merugikan negara Rp 122 miliar itu membuktikan lemahnya koordinasi dua lembaga penegak hukum tersebut. Daripada berlarut-larut, kasus ini sebaiknya diambil alih KPK. Toh KPK punya kewenangan untuk itu, tambah Marwan. (ein)
Sumber: Jawa Pos, 15 Maret 2007