Diduga Banyak Korupsi di Aceh [13/07/04]

Banyaknya persoalan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) selama ini sehingga harus diberlakukan kondisi Daerah Operasi Militer (DOM), Darurat Militer, dan sekarang Darurat Sipil, mengakibatkan makin membengkaknya angka korupsi yang dilakukan oleh pejabat di wilayah tersebut.

Dengan kondisi wilayah seperti itu, korupsi merajalela karena kontrol media massa sangat dibatasi. Akibatnya otoritas yang berkuasa dapat dengan leluasa melakukan konspirasi.

Saya menduga, nanti dugaan korupsi seperti pada kasus Abdullah Puteh dan yang terjadi di PT Kertas Kraft Aceh akan muncul lebih banyak lagi, kata Ketua Dewan Etik Indonesia Corruption Watch (ICW) Bambang Widjojanto, di Jakarta, Senin (12/7).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan tetap dapat menindaklanjuti semua laporan dari masyarakat tentang dugaan adanya korupsi di satu lembaga atau oleh seorang pejabat dengan berani dan tegas.

Memang ada gap antara keinginan masyarakat, yang ingin laporan yang masuk cepat ditindaklanjuti dengan adanya tersangka, tetapi di sisi lain KPK harus bertin-dak hati-hati dan akurat, kata Bambang. Pernyataan Bambang ini disampaikan menanggapi adanya laporan dari direksi PT Kertas Kraft Aceh/KKA (Persero) yang melaporkan dugaan korupsi yang dilakukan oleh direksi PT KKA yang lama ke KPK. Jajaran direksi lama PT KKA diduga telah melakukan korupsi sejak bulan Juli 1998 hingga Mei 2002 dengan total nilai sebesar Rp 114.935.026.800.

Direktur Utama PT KKA, Suriansyah mengatakan, dugaan korupsi ini dilaporkan ke KPK karena adanya desakan dari karyawan PT KKA agar direksi yang menjabat saat ini menyelesaikan semua masalah korupsi di PT KKA yang diduga dilakukan oleh direksi yang lama.

Korupsi itu antara lain pengadaan kayu pinus import dari tahun 1998 sampai 2002 dengan kerugian negara sebesar 9.343.714,825 dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp 88.298.105.100. Juga dalam pengembangan sistem informasi manajemen kontrak No 917/6/L/1999, dengan kerugian negara sebesar Rp 18.078.765.450, kata Suriansyah.

Selain itu, tambahnya, dengan adanya klaim dari Gespa/Napco, Arab Saudi pada 24 Mei 2000 atas kertas yang dikirim 25 Januari 2000, 29 Februari 2000, dan 22 April 2000 telah diganti sebanyak 1.600.007 MT pada Maret 2001. Namun sampai saat ini sejumlah 1.600 ton kertas yang rusak tidak pernah dikembalikan. Dengan itu, negara dirugikan sebesar Rp 7.302.960.000.

Adanya klaim dari Puttalam Cement/FIRN Overseas Packaging Limited, Sri Langka tanggal 8 Oktober 2000 atas pengiriman kertas 13 Juli 2000 telah diganti sebanyak 275,051 ton pada Mei 2001. Namun sampai sekarang, 275 ton kertas yang rusak tidak pernah dikembalikan sehingga negara dirugikan sebesar Rp 1.255.196.250, kata Suriansyah. (M-11)

Sumber: Suara Pembaruan, 13 Juli 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan