Di Balik Kasus Beckkett Diduga Ada Kolusi

Kuasa hukum Beckkett Pte Ltd, OC Kaligis, menduga telah terjadi kolusi antara Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan pemohon, ketika menangani kasus gadai saham Beckkett dengan anak perusahaannya.

''Bagaimanapun putusan itu aneh, tanpa menghadirkan para pihak tiba-tiba sudah diputuskan. Sidangnya pun enggak jelas kapan, dan perkara itu diputus hakim tiga hari kemudian setelah pemohon mengajukan perkaranya,'' ujar OC Kaligis kepada wartawan di Jakarta, kemarin.

Karena itu, katanya, putusan penetapan tersebut dinilai cacat hukum dan sebagai bentuk penipuan. Sebagai tindak lanjut, Kaligis mengatakan, pihaknya akan mengambil langkah hukum baik pidana maupun perdata. Langkah hukum tersebut akan ditempuh di Indonesia maupun Singapura. Pilihan Singapura dilakukan karena Beckkett didirikan menurut hukum Negeri Singa itu. Akan kita pidana dan perdatakan pihak yang menjual saham Beckkett, tegasnya.

Kaligis menambahkan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) sebenarnya tidak berwenang menangani perkara gadai saham Beckkett. Dengan adanya penetapan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta maka seluruh dasar-dasar hukum yang digunakan oleh Deutsche Bank untuk melakukan penjualan saham-saham Beckkett di PT Adaro Indonesia dan PT Indonesia Bulk Terminal (IBT), dinyatakan tidak sah dan cacat hukum, katanya.

Janggal
Menurut Kaligis, banyak kejanggalan dalam proses penjualan saham tersebut, yakni penjualan saham dilakukan secara privat melanggar ketentuan hukum yang mensyaratkan penjualan harus secara terbuka demi melindungi kepentingan semua pihak, kreditur, debitur dan penjamin. Saham-saham berupa 40% kepemilikan PT Adaro dan 40% milik PT IBT tersebut hanya dihargai US$45 juta, jauh di bawah harga pasar. Sebagai perbandingan, 40,83% saham New Hope Corporation di PT Adaro dan PT IBT dinilai US$378 juta, katanya.

Beckkett memiliki saham 74% di PT Swabara Mining & Energy (SME) yang selanjutnya memiliki 99,98% saham di PT Asminco Bara Utama (Aminco) yang mempunyai 40% saham PT Adaro dan 40% saham PT IBT. Selain Asminco, pemegang saham PT Adaro adalah New Hope Corporation melalui Coal Pty Ltd, dan MEC Indo Coal.

Pada 24 Oktober 1997, Asminco mendapat pinjaman sebesar US$100 juta dari Deutsche Bank di Singapura. Asminco menjamin seluruh saham kepemilikannya di PT Adaro kepada Deutsche Bank. Selain itu, Beckkett dan SME bertindak sebagai penjamin atas pinjaman tersebut dan juga menjaminkan saham-sahamnya, kata Kaligis.

Namun pada 1998, Asminco ternyata tidak mampu memenuhi kewajibannya kepada Deutsche Bank sehingga terjadi gagal bayar (default). Selama kurun waktu 1999 sampai 2001, Beckkett berusaha berkali-kali menghubungi manajemen Asminco untuk memperoleh data dan informasi mengapa Asminco tidak bisa membayar utangnya. Ternyata manajemen Asminco telah menghalang-halangi Beckkett sehingga mengalami kesulitan untuk mendapatkan data dan informasi tersebut, ujar Kaligis.

Kaligis menyayangkan karena secara tiba-tiba, yakni pada 18 Februari 2002, Beckkett menerima pemberitahuan dari Deutsche Bank bahwa semua saham-saham yang dijaminkan kepada Deutsche Bank dalam perjanjian hutang Asminco, ternyata telah dijual secara sepihak dan dilakukan di bawah tangan. Ini namanya merampok, tegasnya. (Sur/J-2)

Sumber: Media Indonesia, 9 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan