Di Balik Aklamasi Darmin Nasution sebagai Gubenur BI

Kasus Century Jadi Bargaining Politik Elite

Keputusan aklamasi DPR memilih Darmin Nasution sebagai Gubernur Bank Indonesia menyimpan kontroversi. Terutama, nama Darmin masuk rekomendasi pansus angket kasus Century sebagai salah seorang yang harus bertanggung jawab. Inilah analisis Yudi Latif.

SEKADAR mengingatkan, ada enam fraksi yang berpendapat bahwa ada indikasi pelanggaran hukum dan korupsi dalam bailout Century. Keenam fraksi itu adalah Fraksi PDIP, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PKS, Fraksi Partai Hanura, Fraksi Partai Gerindra, dan Fraksi PPP. Tapi, dalam fit and proper test pemilihan gubernur BI di komisi XI, mereka tak merintangi Darmin.

''Terpilihnya Darmin menguatkan dugaan keras adanya deal-deal tertentu elite-elite partai dengan Darmin dan kelompok yang mensponsorinya,'' kata Direktur Reform Institute Yudi Latif di Jakarta kemarin (25/7).

Menurut dia, meskipun ada arus bawah yang menolak Darmin, suara fraksi tetap ditentukan oleh tokoh-tokoh kunci di partai dan fraksi. Nah, tokoh kunci itulah yang dipegang oleh kelompok pendukung Darmin.

Alotnya ''pengujian'' terhadap Darmin hanya kesan yang dimunculkan di balik deal para tokoh kunci. Hari pertama, Rabu (21/7), mulai pukul 10.00 hingga pukul 18.30. Dilanjutkan pada hari kedua pukul 10.00-pukul 15.00 dan diteruskan dengan rapat internal komisi XI yang berlangsung hingga pukul 23.30. ''Pada akhirnya, pendukung opsi C bungkam juga. Saya kira di sini kelihatan betul, kasus Century tidak menjadi komitmen serius DPR untuk memberantas korupsi,'' tegasnya.

Yudi menyebutkan, DPR sudah terbajak oleh kepentingan elite. Kasus Century pada gilirannya hanya menjadi bagian dari bargaining politik para elite tersebut. Karena itu, masa depan penuntasan kasus bailout yang juga menyeret Boediono dan Sri Mulyani itu bergantung kepada seberapa puas para elite politik itu dengan konsesi yang diterima.

''Bila diberi konsesi-konsesi tertentu, ini akan didiamkan. Bisa saja sewaktu-waktu dimunculkan ulang. Tapi, sifatnya kambuhan berdasar logika kepentingan, bukan atas dasar komitmen pemberantasan korupsi,'' kritik Yudi.

Apa saja konsesi itu? ''Bisa jabatan politik yang lain. Kemungkinan dalam reshuffle menempatkan petinggi tertentu di jabatan kabinet. Bisa saja konsesi ekonomi, terkait dengan penggelapan pajak,'' duganya.

Yudi menyampaikan, inkonsistensi sikap DPR itu akan menurunkan kepercayaan publik. ''Keputusan yang sudah diambil ujung-ujungnya selalu dianulir dewan sendiri,'' katanya.

Terpilihnya Darmin, sambung Yudi, semakin membenamkan tim pengawas rekomendasi Century yang selama ini juga sudah mati suri. ''Golkar menjadi kuncinya. Awalnya (mereka) paling bersemangat dengan timwas. Namun, Golkar juga yang tampak begitu bersemangat mendisfungsikan timwas ini,'' sindirnya. (pri/c4/tof)
Sumber: Jawa Pos, 26 Juli 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan