Dewan Tolak Penggunaan Nomor Pajak Sumbangan Dana Kampanye

"Di Indonesia, sangat mudah membuat lebih dari satu kartu tanda penduduk."

Mantan Ketua Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum Anggota Legislatif, Ferry Mursyidan Baldan, menilai penggunaan nomor pokok wajib pajak tak diperlukan dalam sumbangan dana kampanye. Alasannya, penggunaan nomor pokok bisa menghalangi masyarakat dalam menyumbang. "Tidak semua orang mempunyai nomor pokok wajib pajak," kata Ferry dalam acara diskusi di Jakarta kemarin.

Menurut Ferry, penggunaan nomor pokok wajib pajak justru akan merepotkan masyarakat. Penyumbang, kata dia, akan malas menyalurkan sumbangan karena harus memiliki nomor pajak.

Direktorat Jenderal Pajak sebelumnya pernah meminta Komisi Pemilihan Umum memasukkan ketentuan penggunaan nomor pokok wajib pajak dalam sumbangan dana kampanye. Indonesia Corruption Watch (ICW), penggiat antikorupsi, juga mendesakkan pencantuman nomor wajib pajak. Menurut ICW, pencantuman nomor pokok wajib pajak bisa memperjelas identitas penyumbang sekaligus mencegah terjadinya dugaan praktek pencucian uang.

Ferry mengatakan kartu tanda penduduk cukup menunjukkan kejelasan identitas penyumbang. Partai politik, kata Ferry, juga harus memeriksa identitas penyumbang. Sebab, Undang-Undang Pemilihan Umum jelas-jelas menyebutkan bahwa partai tidak boleh menggunakan uang dari penyumbang yang tidak jelas.

Partai, kata politikus Partai Golkar ini, harus melaporkan uang dari penyumbang yang tidak jelas dalam laporan dana kampanye. Hasil audit dana kampanye juga bisa digunakan untuk mengetahui penggunaan uang dari sumber yang tak jelas. Undang-Undang Pemilihan Umum juga telah menetapkan sanksi jika partai nekat menggunakan uang tersebut. Antara lain, calon terpilih bisa tak dilantik.

Sementara itu, anggota Komisi Pemerintahan DPR, Yasonnah H. Laoly, menyatakan dalam Undang-Undang Pemilihan Umum tak ada ketentuan penyumbang dana kampanye melampirkan nomor pokok wajib pajak. Menurut dia, Komisi Pemilihan tak berwenang mewajibkan penyumbang kampanye melampirkan nomor pokok wajib pajak. "Jika itu diwajibkan, KPU melanggar undang-undang," ujarnya saat dihubungi kemarin. "Peraturan KPU itu kan teknisnya, bukan substansi," Yasonnah menambahkan.

Senada dengan Ferry, Yasonnah menilai, mewajibkan penyumbang dana kampanye melampirkan nomor pajak bakal mempersulit penyumbang. Sebab, jumlah orang yang memiliki nomor pokok wajib pajak masih sedikit. Yasonnah membantah anggapan bahwa tanpa adanya nomor pokok wajib pajak akan terjadi dugaan praktek pencucian uang dan rawan penyumbang fiktif. Sebab, dalam undang-undang, penyumbang diwajibkan melampirkan identitas lengkap. "Ada sanksi bagi yang memanipulasi," kata Yasonnah.

Koordinator Divisi Politik ICW Adnan Topan Husodo menegaskan bahwa penggunaan nomor pokok wajib pajak tetap diperlukan. Sebab, kartu tanda penduduk masih belum cukup menunjukkan kejelasan identitas penyumbang. "Di Indonesia, sangat mudah memalsukan atau membuat lebih dari satu kartu tanda penduduk," ujarnya kemarin.

Menurutnya, syarat penggunaan nomor pajak tidak memberatkan penyumbang. Komisi Pemilihan, kata Adnan, bisa membatasi penggunaan nomor pajak untuk sumbangan dalam nilai tertentu, sehingga tidak ada penyumbang fiktif. PRAMONO | DWI RIYANTO AGUSTIAR

Sumber: Koran Tempo, 19 November 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan