Dewan Pers Usut Saham

Dewan Pers menelusuri dugaan pemerasan oleh sejumlah wartawan terhadap PT Krakatau Steel terkait penjualan saham perdananya. Jika dugaan tersebut terbukti, wartawan itu tidak hanya melanggar kode etik jurnalistik, tetapi juga bisa dipidanakan.

”Dewan Pers menerima laporan secara informal dari PT Krakatau Steel (KS) terkait adanya sekelompok wartawan yang diduga meminta saham perdana dari PT Krakatau Steel. Selain itu, juga ada seorang wartawan yang diduga meminta sejumlah uang agar berita tentang PT Krakatau Steel (yang negatif, terkait penjualan saham perdananya) tidak lagi muncul di media massa,” ungkap Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Dewan Pers Agus Sudibyo di Jakarta, Kamis (18/11).

Dewan Pers belum bersedia menyebutkan nama dan media mana wartawan yang dilaporkan. Pertimbangannya, Dewan Pers belum bisa mengambil kesimpulan dan mengumumkannya kepada publik hanya didasarkan laporan sepihak.

”Kami bekerja sesuai prosedur. Atas laporan itu, Dewan Pers akan mengusut tuntas kasus ini, mencari fakta yang ada, dan melakukan pengecekan silang kepada pihak terkait. Dewan Pers dalam hal ini berkepentingan menegakkan kode etik dan profesionalitas jurnalistik,” ungkap Agus lagi.

Secara terpisah, Ketua Dewan Pers Bagir Manan menilai tidak layak seorang wartawan meminta saham kepada suatu perusahaan yang menjual sahamnya. Ketentuan kode etik jurnalistik yang mengatur soal integritas melarang wartawan menggunakan profesinya untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri.

”Tindakan (pemerasan) itu bisa dipandang sebagai penyalahgunaan profesi wartawan. Dewan Pers tentu tidak akan membiarkan perbuatan itu. Apa bedanya dengan wartawan abal-abal yang menyalahgunakan profesi wartawan untuk memaksa ke sana kemari?” katanya.

Bagir mengaku, hingga Kamis siang Dewan Pers belum menerima pengaduan dugaan permintaan saham dan dana itu secara resmi.

Mantan anggota Dewan Pers, Sabam Leo Batubara, menilai, jika benar ada wartawan memeras dengan meminta saham dari PT Krakatau Steel, mereka telah mengkhianati profesi wartawan dan merusak kredibilitas pers. ”Bagaimana wartawan itu bisa melakukan kontrol sosial seperti yang menjadi fungsi jurnalistik jika tangannya meminta saham dengan harga murah ataupun gratis,” katanya.

Menurut Leo, jika wartawan itu terbukti melakukan pemerasan, dia tidak hanya melanggar kode etik jurnalistik dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, tetapi juga bisa dipidanakan.

”Yang bersangkutan bisa dikenai tindak pidana pemerasan dan tidak bisa berlindung di balik UU Pers. Yang dilindungi UU Pers adalah wartawan yang tengah menjalankan kerja jurnalistik. Dalam kasus ini, bisa dikatakan yang bersangkutan tidak sedang menjalankan kerja jurnalistik,” katanya.

Menurut Leo, perusahaan pers juga harus memecat wartawannya jika mereka terbukti melakukan pemerasan. (why)
Sumber: Kompas, 19 November 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan