Dewan Pengawas Tidak Menggali Kebenaran Materiil dalam Dugaan Pelanggaran Kode Etik yang Dilakukan oleh Firli Bahuri dan Karyoto dalam Penanganan Perkara OTT UNJ

Sumber foto: Antara
Sumber foto: Antara

Pada tanggal 9 November 2020, Dewan Pengawas mengirimkan surat kepada Indonesia Corruption Watch yang pada intinya menyebutkan bahwa Firli Bahuri dan Karyoto tidak terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku dalam penanganan perkara OTT UNJ. Dalam surat tersebut Dewan Pengawas mendasari kesimpulannya pada empat hal, yakni:

  1. Penanganan kasus tangkap tangan atas dugaan tindak pidana korupsi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang dilakukan oleh KPK atas perintah Ketua KPK akibat dari laporan yang kurang lengkap dari Plt Direktur Pengaduan Masyarakat yang menyebutkan telah membantu OTT di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
     
  2. Penerbitan surat perintah penyelidikan telah dikoordinasikan antar kedeputian dan telah sesuai dengan prosedur yang berlaku di KPK;
     
  3. Keputusan Ketua KPK agar penanganan kasus tangkap tangan atas dugaan tindak pidana korupsi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dilakukan oleh KPK telah dikoordinasikan dengan Pimpinan KPK lainnya melalui media komunikasi online sehingga keputusan tersebut bukan inisiatif pribadi dari Firli Bahuri;
     
  4. Kasus yang ditangani dalam penyelidikan KPK, belum ditemukan bukti permulaan yang cukup serta belum terpenuhi ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maka sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka KPK wajib menyerahkan penyelidikan ke penegak hukum lain. Mekanisme pelimpahan dalam keadaan tertentu dimungkinkan tidak melalui gelar perkara berdasarkan kebijakan Pimpinan KPK;

Dalam surat tersebut Dewan Pengawas juga mengakui terdapat kelemahan-kelemahan dalam penanganan kasus tangkap tangan atas dugaan tindak pidana korupsi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Menanggapi hal tersebut, maka ICW memiliki beberapa catatan, yakni:

  1. Argumentasi Dewan Pengawas Melenceng dari Substansi Putusan yang sebelumnya Dijatuhkan terhadap Plt Direktur Pengaduan Masyarakat

Pada halaman 6 putusan Dewan Pengawas yang dijatuhkan terhadap Plt Direktur Pengaduan Masyarakat tertera jelas percakapan antara Afz dengan Firli Bahuri. Dalam percakapan tersebut terlihat bahwa adanya pemaksaan dari Firli Bahuri untuk menangani perkara yang sedari awal dilakukan oleh Inspektorat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Padahal, saat itu Afz sudah menyebutkan bahwa perkara itu tidak melibatkan penyelenggara negara, namun Firli mengabaikan informasi tersebut.

Dalam konteks ini sebenarnya dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku sudah terang benderang dilakukan oleh Firli Bahuri, yakni bertentangan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf c, Pasal 5 ayat (2) huruf a, Pasal 7 ayat (1) huruf c Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.

  1. Dewan Pengawas Membenarkan Pelanggaran Prosedur Penanganan Perkara OTT UNJ

Dalam pertimbangan yang disampaikan, Dewan Pengawas menyebutkan keputusan untuk menangani perkara yang sedari awal dilakukan oleh Inspektorat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dilakukan dengan media komunikasi online. Tentu hal ini tidak lazim, sebab, bagaimana pun keputusan krusial, terlebih pada bagian penindakan, mestinya dilakukan dengan forum gelar perkara yang mempertemukan Pimpinan dengan jajaran Kedeputian Penindakan, disertai Tim Pengaduan Masyarakat. Selain itu, merujuk kepada forum Rapat Dengar Pendapat yang dilakukan oleh KPK dengan Komisi III DPR RI pada tanggal 12 September 2017, Saut Situmorang, Komisioner KPK, sempat menjelaskan alur dari penanganan perkara yang ada pada lembaga anti rasuah tersebut. Dalam paparannya, Saut menyebutkan bahwa sebelum perkara naik pada tahap Penyelidikan, maka Pimpinan KPK terlebih dahulu melakukan gelar perkara bersama dengan Tim Pengaduan Masyarakat. Untuk itu, koordinasi melalui media komunikasi tentu tidak dapat dibenarkan.

  1. Dewan Pengawas Mengingkari Prosedur Pelimpahan Perkara ke Penegak Hukum lain

Terdapat dua hal yang janggal dalam pertimbangan Dewan Pengawas terkait dengan mekanisme pelimpahan perkara. Pertama, Dewan Pengawas tidak merincikan situasi apa yang membuat adanya pengecualian prosedur pelimpahan perkara. Sebab, dalam proses pelimpahan perkara OTT UNJ, menurut pandangan ICW tidak ada situasi khusus yang dapat membenarkan tindakan KPK kecuali dengan melakukan gelar perkara. Kedua, Dewan Pengawas tidak menjelaskan perihal “berdasarkan kebijakan Pimpinan KPK”. Pertanyaan lebih lanjut: apa yang dimaksud dengan kebijakan Pimpinan KPK? Pimpinan KPK yang dimaksud oleh Dewan Pengawas merujuk kepada lima orang atau hanya beberapa orang saja? Jika hanya disepakati satu atau beberapa orang saja maka hal itu tidak dapat dibenarkan. Sebab, Pasal 21 ayat (4) UU KPK menyebutkan bahwa Pimpinan KPK bersifat kolektif dan kolegial.

  1. Dewan Pengawas Kerap Tidak Profesional dalam Menegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK

Pada dasarnya ICW tidak lagi kaget membaca putusan yang disampaikan oleh Dewan Pengawas. Sebab, sejak dilantik, praktis Dewan Pengawas kerap kali abai dalam menegakkan kode etik di internal KPK. Mulai dari tindakan Pimpinan tatkala memulangkan paksa Penyidik Kompol Rossa Purbo Bekti, simpang siur informasi izin penggeledahan kantor DPP PDIP, sampai pada putusan yang semestinya masuk pada kategori berat namun hanya diberikan teguran terhadap Firli Bahuri. Ini membuktikan bahwa sebenarnya keberadaan Dewan Pengawas gagal memberikan kontribusi bagi penguatan kelembagaan KPK.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan