Dewan Minta Beber Rekening Calon Kapolri

Polemik soal transparansi rekening pejabat Polri terus bergulir. Komisi III (bidang hukum) DPR akan melakukan pemeriksaan silang antara Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Mabes Polri. Jadwal pemeriksaan itu disepakati Senin mendatang (26/7).

''Kami perlu tahu apakah di antara 23 rekening yang diteliti PPATK itu ada rekening calon Kapolri. Sebab, sebagai calon orang nomor satu di kepolisian, dia harus clear,'' ujar anggota komisi III Nasir Djamil di Jakarta kemarin (19/7). Rencananya, Senin pagi (26/7) komisi meminta keterangan kepada PPATK dan dilanjutkan sorenya mengundang Kapolri.

Menurut Nasir, seorang calon Kapolri akan menjalani fit and proper test di depan DPR sebelum disetujui menjadi orang pertama di Korps Bhayangkara. Saat itu, segala rekam jejaknya akan diselidiki. ''Termasuk, apakah ada transaksi mencurigakan dalam rekening pribadinya dan berapa daftar kekayaan pribadi yang sudah dilaporkan,'' kata politikus Partai Keadilan Sejahtera tersebut.

Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri akan meletakkan jabatan pada Oktober 2010. Sesuai UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, setiap calon Kapolri harus mendapat persetujuan dari DPR sebelum dilantik presiden.

''Secara pribadi, saya berharap calon-calon yang diajukan tidak hanya satu nama. Kalau lebih dari satu calon, akan bisa ditentukan siapa yang benar-benar terbaik,'' katanya.

Di tempat terpisah, Sekretaris Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Adnan Pandupraja menjelaskan, calon-calon yang masuk ke meja Kompolnas akan diseleksi secara internal. ''Lalu, laporannya kami sampaikan kepada bapak presiden,'' tuturnya.

Dia mengakui, nama-nama para perwira tinggi yang diusulkan menggantikan Bambang sudah dikantongi Kompolnas. ''Sebelum Oktober, laporan kami harus sudah siap dan bisa digunakan sebagai pertimbangan oleh presiden,'' ujarnya.

Dalam dokumen nota dinas yang diperoleh Jawa Pos bernomor R/ND-545/X/2009/Dit D, ada lima nama yang rekam jejaknya diselidiki secara internal oleh Polri. Dokumen itu ditandatangani Brigjen Hertian A. Yunus selaku direktur D dan diparaf mengetahui oleh Wakabaintelkam (saat itu, Red) Brigjen Pratiknyo.

Lima nama tersebut adalah Irjen Timur Pradopo, Komjen Susno Duadji, Irjen Oegroseno, Irjen Imam Sudjarwo, dan Irjen (pangkat saat itu, Red) Nanan Soekarna. Dalam dokumen juga disebutkan hasil penyelidikan, lengkap dengan nama anggota keluarga serta rekam jejak mereka saat bertugas.

Dalam nota dinas itu disebutkan, Komjen Susno Duadji yang sekarang ditahan di Rutan Brimob dinilai melakukan banyak inovasi dengan mengedepankan perangkat IT saat menjadi Kapolda Jawa Barat. Polisi bernomor register pokok (NRP) 54070359 itu juga dianggap sering menulis buku dan pernah bertugas di PPATK.

Lalu, Irjen Timur Pradopo yang ber-NRP 56010380 dinilai rajin turun ke pelosok-pelosok wilayah saat menjadi Kapolda Banten. Timur yang sekarang menjabat Kapolda Metro Jaya itu juga dinilai tidak banyak bicara serta disiplin.

Sementara itu, Irjen Oegroseno juga dinilai positif. Disebutkan, Kapolda Sumut yang ber-NRP 56020420 itu hanya pernah menjadi pembicaraan internal saat menjabat Kapolda Sulteng dan menunda eksekusi Tibo cs.

Kemudian, Irjen Imam Sudjarwo yang sekarang menjabat Kalemdiklat Polri dinilai positif saat memimpin operasi penindakan penambangan timah ilegal di Provinsi Bangka Belitung. Jenderal ber-NRP 55110429 itu juga dianggap sebagai pekerja keras.

Dalam analisis terhadap Nanan Soekarna, disebutkan bahwa dia merupakan sosok yang pintar dan inovatif. Jenderal ber-NRP 55070582 itu hanya dianggap bermasalah saat anak buahnya gagal mengatasi unjuk rasa DPRD Sumut yang mengakibatkan ketua DPRD Sumut meninggal. (rdl/c5/iro)
 
Sumber: Jawa Pos, 20 Juli 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan