Dewan Jamin Tidak Akan Lemahkan KPK

Perlu strategi agar RUU Pengadilan Antikorupsi rampung tepat waktu.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Agung Laksono menjamin sikap para anggota Dewan tidak akan melemahkan fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut dia, KPK merupakan lembaga independen yang strategis dan harus dijaga. ”Kami justru memperkuatnya dengan mengingatkan adanya payung hukum dalam undang-undang itu,” ujar Agung saat bertemu dengan Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, dan beberapa praktisi hukum di gedung MPR/DPR kemarin.

Komisi Hukum DPR dalam rapat kerja dengan KPK pada 7 Mei lalu mempertanyakan legitimasi pengambilan keputusan yang dilakukan empat pimpinan Komisi Antikorupsi ini. Pengambilan keputusan itu setelah penetapan Ketua KPK (nonaktif) Antasari Azhar sebagai tersangka kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Menurut Komisi Hukum DPR, merujuk pada Pasal 21 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, pimpinan komisi itu lima orang. Pada ayat berikutnya disebutkan pula bahwa pimpinan KPK bekerja secara kolektif.

Gayus Lumbuun, anggota Komisi Hukum DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, mengatakan ada pendapat bahwa pimpinan kolektif itu harus lima orang. Tapi, kata dia, ada juga yang berpendapat, meski hanya dua atau tiga pimpinan, secara kolektif masih memenuhi. Meski ada perbedaan pendapat, Gayus setuju KPK tetap berjalan. ”Kami tidak pernah menghalang-halangi kinerja KPK. Hanya mengingatkan saja aturan yang perlu dipertimbangkan,” ujarnya.

Koordinator Konsorsium Reformasi Hukum Nasional Firmansyah Arifin berpendapat KPK masih bisa melaksanakan tugasnya meski hanya dijalankan empat pimpinan. Sebab, kata dia, dalam pengambilan keputusan, sifatnya kolektif, "Ini memungkinkan tanpa harus lengkap lima orang dan tetap legitimate," katanya.

Di sisi lain, Firmansyah meminta Panitia Khusus Rancangan Undang Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyiapkan strategi agar rancangan ini tepat waktu. Sebab, masa sidang Dewan sudah sangat sempit menjelang masa jabatan anggota Dewan berakhir pada September mendatang. Dia mengusulkan sub-sub materi yang kurang penting dilewati dan langsung masuk materi yang krusial.

Adapun Ketua Panitia Khusus RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Dewi Asmara mengatakan proses pembahasan RUU itu lambat karena beberapa faktor. Misalnya, keterlambatan penyerahan rancangan, mekanisme pembahasan yang harus mengikuti tata tertib dan perlu harmonisasi dengan undang undang lain. Hal ini, kata Dewi, untuk menghindari overlapping dan pembatalan oleh Mahkamah Konstitusi. Panitia khusus, kata dia, terus melanjutkan pembahasan dan kajian bersamaan. "Kami tidak pernah berusaha melambatkan pembahasan," kata dia.EKO ARI WIBOWO

Sumber: Koran Tempo, 19 Mei 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan