Dewan Akui Tak Laporkan Penggunaan Dana [16/06/04]

Menyusul adanya laporan penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dilontarkan sebuah lembaga swadaya masyarakat ke Kejaksaan Negeri Kota Bandung, Senin (14/6), sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung mengakui memang ada dana yang tidak dilaporkan.

Dalam alokasi belanja lain- lain DPRD, diketahui ada dana observasi dan penyuluhan bagi setiap anggota legislatif sebesar Rp 15 juta untuk setiap tiga bulan.

Pengakuan tersebut diungkapkan Idris Yusuf Lubis, anggota DPRD Kota Bandung dari Fraksi PDI-P, Selasa (15/6). Dana observasi dan penyuluhan itu diberikan kepada anggota DPRD untuk membiayai kegiatan menjaring aspirasi dan penyuluhan. Memang, selama ini kami tidak diminta melaporkan penggunaannya secara rinci, katanya kepada wartawan.

Meski demikian, kata Idris, pertanggungjawaban setiap kegiatan anggota legislatif dilaporkan dalam laporan komisi dalam rapat panitia musyawarah (panmus). Jadi, DPRD bukan sama sekali lepas tangan.

Namun, ketika didesak lebih lanjut, ia mengakui kalau besar dana observasi dan penyuluhan Rp 15 juta per tiga bulan itu tidak pernah dilaporkan secara tertulis kepada setiap ketua komisi. Kalau laporan tertulis tidak, tetapi kan ada laporan komisi tentang kegiatan semua anggotanya, ujar Idris berkilah.

Di tempat terpisah, Ketua Fraksi Partai Keadilan dan Persatuan (F-PKP) Zainul Mustafa Affandi juga mengemukakan hal serupa. Meski baru menjabat sebagai anggota DPRD pada akhir tahun 2003 melalui Pergantian Antar-waktu (PAW), ia mengaku sempat menerima dana Rp 15 juta itu satu kali.

Memang tidak dilaporkan, tetapi kalau mau dicek silakan saja, soalnya dana itu sudah saya gunakan untuk pembangunan masjid dan jalan, katanya kepada wartawan.

Sementara itu, Ketua DPRD Kota Bandung Isa Subagja bersama kedua wakilnya, Enco Warso dan Ujang Sahrudin, membantah kalau dana observasi dan penyuluhan yang diberikan kepada setiap anggota legislatif tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Menurut Ujang, dalam rapat- rapat panmus, kegiatan setiap anggota komisi dapat terpantau. Apa yang dilakukan BIGS (Bandung Institute of Governance Studies/lembaga yang mengadukan penyelewengan APBD ke Kejari Kota Bandung) itu kami anggap hanya sebagai koreksi saja. Tudingan bahwa DPRD sudah menyalahi peraturan itu tidak benar, kata Ujang menegaskan.

Menurut Isa, selama ini legislatif sudah bekerja menurut peraturan yang ada. Namun, ketika ditanya lebih jauh, alasan DPRD memasukkan dana observasi dan penyuluhan serta biaya operasional yang cukup besar, yaitu Rp 5,8 miliar atau 45 persen dari total anggaran belanja DPRD, Ujang berkilah itu memang telah diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah.

Nanti kalau kita tidak mencantumkannya, bisa-bisa kita dituduh tidak melaksanakan peraturan, katanya. Menurut Enco, anggaran belanja DPRD tahun 2001 merupakan bagian dari APBD Kota Bandung yang telah diatur dalam Surat Mendagri dan Otonomi Daerah Nomor 903/2735/SJ tertanggal 17 November 2000 tentang Pedoman Umum Penyusunan dan Pelaksanaan APBD tahun anggaran 2001.

Untuk tahun anggaran 2002, peraturan yang menjamin penetapan anggaran belanja DPRD adalah Keputusan Mendagri Nomor 903-379 tentang Penggunaan Sistem Digit dalam Pelaksanaan APBD.

Jadi, meski Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan DPRD sudah dicabut oleh Mahkamah Agung sejak 9 September 2002, kita tetap menjadikan PP tersebut sebagai pertimbangan, ujar Enco.

Adapun Direktur BIGS Dedi Haryadi mengatakan, pencantuman biaya observasi dan penyuluhan serta biaya operasional itu tidak merujuk pada peraturan apa pun.

Kedua biaya tersebut sama sekali tidak diatur, baik dalam PP Nomor 110 tahun 2000 maupun SK DPRD Nomor 4 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan DPRD Kota Bandung. Ini seperti akal-akalan saja supaya dewan leluasa menggunakan dana, tandasnya. (K12)

Sumber: Kompas, 16 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan