In-Depth Analysis: Titik Rawan Korupsi Sektor Kesehatan
Korupsi dapat terjadi dimanapun, bahkan di sektor layanan publik paling dasar seperti kesehatan. Berdasarkan kajian Indonesia Corruption Watch (2017), sepanjang tahun 2010 sampai 2015, setidaknya ada 219 kasus korupsi yang melibatkan 519 pelaku dengan jumlah kerugian negara mencapai Rp 890,1 miliar dan nilai suap Rp 1,6 miliar yang ditangani oleh penegak hukum di sektor kesehatan.
Masih dalam kajian yang sama, objek yang sering dijadikan sasaran korupsi adalah pengadaan alat kesehatan sebanyak 107 kasus, dana jaminan kesehatan sebayak 26 kasus dan infrastruktur rumah sakit sebanyak 15 kasus. Sedangkan, jika dilihat dari latar belakang pelakunya, paling banyak adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) 295 orang, diikuti pihak swasta 112 orang. Untuk modus yang sering digunakan adalah penggelembungan harga sebanyak 93 kasus, penyalahgunaan anggaran 36 kasus, serta penggelapan 33 kasus.
Maraknya korupsi di sektor kesehatan, diantaranya disebabkan, pertama, buruknya tata kelola di sektor kesehatan. Padahal alokasi anggaran kesehatan cukup besar. Berdasarkan pasal 171 Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, disebutkan bahwa besaran anggaran kesehatan dialokasikan minimal 5% untuk APBN dan 10% untuk APBD di luar gaji. Buruknya tata kelola, dapat terlihat, misalnya, dari tertutupnya informasi pengaturan obat dalam hal jumlah stok obat di tingkat puskesmas maupun rumah sakit.
Kedua, ketidakseimbangan informasi antara pasien atau masyarakat dengan pihak pemberi layanan kesehatan. Banyak pasien atau masyarakat adalah orang awam yang tidak begitu memahami jenis obat-obatan, spesifikasi teknis sebuah alat kesehatan serta sistem manajemen kesehatan. Sehingga kebanyakan pasien atau masyarakat menggantungkan kepercayaan pada pihak pemberi layanan kesehatan. Alhasil, masyarakat sulit untuk melakukan pengawasan. Di sisi lain, pihak pemberi layanan kesehatan memiliki kesempatan untuk melakukan penyimpangan yang salah satu bentuknya korupsi.
Ketiga, banyaknya PNS yang terlibat korupsi di sektor kesehatan lebih banyak disebabkan karena reformasi birokrasi yang tidak berjalan efektif, serta masih berjalannya sistem pengadaan konvensional yang memudahkan para pelaku bisnis dan birokrasi melakukan manipulasi spesifikasi dan harga, serta mengakali mekanisme tender.
Harus dipahami bahwa praktek korupsi di sektor kesehatan sesungguhnya tidak hanya merugikan keuangan negara, namun juga merampas hak dan menurunkan derajat kesehatan masyarakat. Selain itu, korupsi di sektor kesehatan juga telah mengurangi peluang orang miskin untuk mengakses sarana dan prasarana kesehatan
Tidak mengherankan, data BPS 2016 memberikan data yang miris karena tingkat kematian bayi yang tinggi, yakni mencapai 25,5 per 1000 bayi lahir meskipun alokasi anggaran kesehatan sudah kian besar. (Tari/Adnan)