Deplu Bahas Jalur Cepat Jaring Aset Koruptor
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Korupsi. Menurut Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Departemen Luar Negeri Edy Pratomo, dengan ratifikasi ini, ada peluang mengambil aset koruptor yang dilarikan ke luar negeri. Dalam konvensi ini, ada ketentuan yang mengatur tentang pemulihan aset, kata Edy setelah membuka lokakarya nasional Pengembalian Aset Hasil Korupsi di Ruang Nusantara Departemen Luar Negeri, Jakarta, kemarin.
Itu sebabnya, Edy bersyukur Indonesia terpilih sebagai tuan rumah dari sesi kedua konferensi negara-negara yang berpihak pada konvensi ini pada 28 Januari-1 Februari 2008. Konferensi tersebut akan membahas bagaimana mengembalikan aset-aset hasil korupsi dengan cepat, mudah, dan murah, kata Edy.
Sebagai contoh, menurut Edy, bisa dilihat pada prinsip dasar konvensi ini, yang mengutamakan pengembalian aset. Agar prinsip ini bisa berjalan, kata Edy, negara-negara peserta diharuskan bekerja sama dan memberikan bantuan dalam usaha penyelamatan aset. Bahkan pengambilalihan aset bisa dilakukan tanpa harus ada keputusan hukum terlebih dulu, kata Arif Havas Oegroseno, Direktur Perjanjian Internasional Departemen Luar Negeri.
Wakil Jaksa Agung Muchtar Arifin juga menyambut baik konvensi tersebut. Dia menyatakan konvensi itu sangat membantu dalam memotong prosedur panjang dalam upaya pengembalian aset koruptor. Sebab, kata dia, walaupun telah ada tim terpadu yang dibentuk di Kejaksaan, dalam prakteknya, sering kali tim menemui kendala. Di antaranya masalah penyiapan dokumen dan perbedaan sistem hukum, ujar Muchtar.
Apalagi jika memakai prosedur sebelumnya, prosesnya memakan waktu lama dan biaya mahal. Prosedur pidana biasanya prosesnya cukup lama. Adapun perdata diharuskan menyewa pengacara dengan biaya yang besar, US$ 600 per jamnya, ujar Edy Pratomo. TITIS SETIANINGTYAS
Sumber: Koran Tempo, 8 Agustus 2007