Depkominfo Belum Sentuh Substansi

Pembahasan soal RPP Penyadapan

Langkah Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) mewujudkan RPP (rancangan peraturan pemerintah) tentang intersepsi (penyadapan) masih mendapat ganjalan. Pertemuan Menkominfo Tifatul Sembiring dengan KPK memang telah menghasilkan beberapa kesepakatan. Tetapi, kesepakatan itu belum sepenuhnya menyangkut substansi persoalan terkait taring KPK dalam memerangi korupsi.

Setelah dua jam bertemu pimpinan KPK sejak pukul 10.30, Tifatul mengungkapkan bahwa seluruh pihak secara serius telah menyampaikan argumen-argumen lengkap. ''Tampaknya pertemuan tidak cukup sekali, tapi masih berlanjut. Sebab, kami memiliki waktu panjang hingga April tahun depan,'' ujarnya kemarin (15/12).

Itu pertemuan perdana Depkominfo dengan KPK yang diketahui publik. Sebelumnya, Depkominfo mengundang KPK lewat pesan singkat (SMS) untuk membahas RPP dua pekan lalu. Namun, pertemuan itu tak membuahkan hasil. Sebab, saat KPK mendatangi undangan tersebut, pertemuan justru telah bubar.

Dalam pertemuan itu, Depkominfo-KPK hanya menyetujui hal-hal yang belum terlalu prinsipiil. Di antaranya, sejumlah poin yang selama ini justru tidak memicu perdebatan. Yakni, kesepakatan memperkuat KPK dengan dukungan teknologi informasi dalam pemberantasan korupsi, kesepakatan perbaikan Permenkominfo No 11 Tahun 2006 tentang Teknis Penyadapan Menjadi Peraturan Pemerintah (PP), dan sejumlah pembahasan lanjutan polemik penyadapan di Depkominfo dan Depkum ham. Lalu, Depkominfo mengundang KPK soal penciptaan pemerintahan yang bersih.

Persoalan mendasar yang memicu polemik adalah perlunya izin pengadilan untuk menyadap. Masalah ini mendapat porsi besar dalam pembahasan itu. Tetapi, tidak ada titik temu apakah izin itu masih diperlukan atau tidak. Begitu pula keberadaan Pusat Intersepsi Nasional (PIN) yang menjadi gerbang permintaan penyadapan. ''Semua kami catat dan tampung. Poin ini tentu akan mendapat porsi lebih besar dan dicatat dalam pembahasan berikutnya,'' kata Tifatul.

Mantan presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga menanggapi pendapat Mahkamah Kontitusi (MK) yang menilai bahwa RPP Penyadapan tersebut bersifat inkonstitusional karena melabrak undang-undang. Menurut Tifatul, RPP itu masih menunggu uji publik sebelum dinyatakan sah berlaku. ''Saya akan lihat dan mendalaminya. Intinya, KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi harus mendapat payung hukum kuat dalam pemberantasan korupsi,'' ujarnya.

Tifatul menegaskan, pengaturan masalah teknis penyadapan adalah amanah pasal 31 poin 4c UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menyatakan harus dibuat RPP tentang tata cara penyadapan. ''Ini kan baru rancangan. Jangan dulu dibilang inkonstitusional. Seharusnya diberi masukan sebanyaknya. Apa yang mereka usulkan dan harapkan, akan kita tampung,'' tuturnya.

Menurut Tifatul, RPP Penyadapan adalah upaya antara sebelum disusun undang-undang (UU) tentang penyadapan. Apalagi, tata cara penyadapan di KPK selama ini juga diatur dalam Permenkominfo No 11 Tahun 2006. ''RPP ini akan kita sempurnakan lagi. Kalau nanti UU itu jadi, otomatis peraturan pemerintah dan Permenkominfo No 11 Tahun 2006 batal demi hukum,'' terangnya.

Plt Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean berjanji terus memperjuangkan aturan penyadapan yang tidak merugikan KPK. ''Tadi sudah dijelaskan, ini memang masih RPP. Setelah membaca itu, masih banyak yang perlu diberi masukan oleh KPK. Biar nanti pas dengan semua yang kami kehendaki,'' ujarnya. (git/noe/dwi)

Sumber: Jawa Pos, 16 Desember 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan