Dephut Gandeng ICW [24/06/04]
Departemen Kehutanan mulai memperlihatkan keseriusan memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme. Hal itu terbukti dengan digandengnya Indonesia Corruption Watch dan Greenomis Indonesia guna mengembangkan sistem anti-KKN melalui kerja sama yang ditandatangani hari Rabu (23/6) di Jakarta.
Nota kesepahaman itu ditandatangani Sekjen Dephut Wahyudi Wardojo, Koordinator ICW Teten Masduki, dan Direktur Eksekutif GI Elfian Effendi. Kerja sama itu berlangsung selama tiga tahun. Yang ditangani adalah semua hal yang merupakan bagian dari semua kegiatan Dephut.
Akan tetapi, Dephut tidak mengucurkan dana sepeser pun bagi kegiatan tersebut. Yang diberikan departemen itu kepada ICW dan GI adalah kemudahan mengakses data dan informasi.
Kami memang tak mau menerima sepeser uang dari kerja sama ini. Kami hanya mendapatkan kunci untuk membuka semua pintu dan jendela dalam Dephut guna memberantas dan mencegah KKN. Itu saja sudah luar biasa, kata Teten.
Menurut dia, masalah KKN di Dephut tak hanya dipicu faktor internal, tapi juga eksternal. Untuk itu, Dephut perlu dipagari sehingga praktik yang merugikan masyarakat dan negara itu tidak dilakukan lagi.
Jadi, kami bukan ingin mengganggu, tapi semata-mata mau membenahi Dephut menjadi lebih baik serta dijauhkan dari semua kegiatan berbau KKN, ujar Teten, yang mengaku salut dengan motivasi aparat Dephut yang ingin berbenah diri serta menjauhkan KKN.
Keinginan semua aparat Dephut ingin membersihkan diri ini dari KKN patut didukung semua pihak. Bahkan, pembenahan dan perbaikan sistem anti-KKN saya anggap jauh lebih penting dan mendasar dibanding dengan tindakan hukum mengadili pelaku kejahatan di pengadilan, lanjut Teten.
Sekjen Dephut Wahyudi Wardojo mengatakan, upaya menggandeng ICW dan GI merupakan langkah awal memerangi dan mencegah KKN. Karena itu, kerja sama ini sama sekali tidak bermaksud jelek, tapi ingin menata sistem pengelolaan serta pembangunan kehutanan yang lebih baik dan berkelanjutan.
Kami ingin semua kegiatan di lingkungan Dephut transparan dan teruji. Kalau ada kegiatan yang dicurigai, ICW dan GI boleh minta data dan patut melakukan investigasi, lalu memberikan rekomendasi dan jalan keluar, jelasnya.
Misalnya, lanjut Wahyudi, dalam penangkapan kasus penebangan kayu ilegal. Pelaku telah ditangkap tapi dilepaskan lagi, atau pelaku telah diketahui oleh aparat Dephut tapi tak ditangkap. Kasus-kasus seperti itu sepatutnya diawasi pihak ketiga yang independen sehingga dapat diberantas.
Selain itu, dalam lelang kayu ilegal dicurigai ada ketidakberesan, maka ICW dan GI boleh melakukan investigasi tanpa diminta Dephut. Demikian pula dalam gerakan reboisasi hutan dan lahan.
Mungkin saja proses anggaran di Dephut tak benar atau pelaksanaannya diduga ada penyimpangan. Setelah diteliti, ICW dan GI dapat memublikasikannya, tegas Wahyudi. Tahun 2004 dianggarkan Rp 2,3 triliun untuk reboisasi. (JAN)
Sumber:Kompas, 24 Juni 2004