Dephan Periksa 250 Rekanan TNI; Lacak Temuan 180 Pucuk Senjata Api

Kasus penemuan ratusan senjata api di rumah Brigjen TNI Koesmayadi terus berlanjut. Hingga tadi malam, jumlah saksi yang dimintai keterangan sudah 35 orang. Menurut Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Djoko Santoso, jumlah saksi akan terus bertambah.

Kita kerja terus. Pokoknya pasti bertambah terus, kata Djoko seusai acara penganugerahan penghargaan Bintang Kartika Eka Paksi untuk KSAD Singapura (Chief of Army Singapore Armed Forces) Mayjen Desmond Kuek di Kantor Departemen Pertahanan kemarin.

Sebelumnya, KSAD menyatakan, sudah 31 saksi dimintai keterangan. Tambahan empat saksi adalah orang-orang dekat Koesmayadi. Misalnya, pembantu, sopir, pokoknya sekitar situ, ujar Djoko.

Kapten (CPM) Ahmad Irianto, menantu Koesmayadi, juga masih dimintai keterangan. Bahkan, sampai sekarang dia dikarantina secara khusus. Supaya tidak ada intervensi dari siapa pun, katanya.

Menurut Djoko, mengurai kasus ini tidak bisa terburu-buru dan tidak gampang. Soalnya, yang pokok untuk dimintai keterangan kan sudah almarhum, jelasnya. Saat ini, menurut Djoko, tim Puspom TNI sedang memetakan berbagai kemungkinan. Kita tanya sini, tanya situ, jenisnya, asalnya, jumlah totalnya berapa, paparnya.

Apakah sudah ada calon tersangka? Djoko tidak menjawab. Dia buru-buru menuju mobil Land Rovernya. Dari kaca jendela mobil, dia sempat berujar, Wong aku wae rung oleh laporan iki lho (Saya saja belum mendapatkan laporannya). Jangan suka mendugalah.

Di tempat terpisah, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono menyatakan, tim DCM (Dealing Center Management) yang dipimpin Sekjen Dephan Letjen TNI Sjafrie Sjamsuddin sudah memeriksa sekitar 250 perusahaan rekanan TNI. Juwono menjamin jika ditemukan kesalahan prosedur akan dikoordinasikan dengan tim Puspom TNI yang menangani kasus ini.

Alumnus London School of Economics ini mengatakan, sinyalemen BIN tentang jalur senjata melalui Singapura sangat mungkin benar. Di Singapura itu banyak pengelola jasa alutsista (alat utama sistem pertahanan) yang parkir di sana, tapi tidak terdaftar dan diketahui oleh pemerintahnya. Jadi, agak nakal dan susah ditertibkan, katanya.

Kemarin Jawa Pos berusaha menghubungi Kolonel (Inf) Tedi Lasmana, asisten intelijen Kodam Siliwangi. Namun, yang mengangkat telepon seorang wanita dan langsung menutupnya. Tedi Lesmana adalah orang yang mengembalikan 32 senjata api milik Koesmayadi yang dititipkan di markas Kopassus. Tedi pernah bertugas di kesatuan baret merah tersebut. Dengan yang di rumah Koesmayadi, total senjata api yang ditemukan berjumlah 180 pucuk.

Di bagian lain, Koesmayadi ternyata juga pernah sekali diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter Mi-17 di Dephan. Tim penyidik koneksitas memeriksa mantan Waaslog KSAD itu pada awal penyidikan di Puspom AD. Kasus ini diduga merugikan negara sedikitnya USD 3,2 juta.

JAM Pidsus Hendarman Supandji membenarkan informasi pemeriksaan Koesmayadi tersebut. Tapi, Hendarman yang juga ketua Tim Penyidik Koneksitas itu menolak menjelaskan kapan dan keterangan apa saja yang diminta penyidik kepada Koesmayadi. Iya, memang benar (Koesmayadi) pernah diperiksa tim koneksitas, kata Hendarman di gedung Kejagung kemarin.

Ditanya apakah Koesmayadi merupakan saksi kunci dalam kasus tersebut, Hendarman menolak menjawab detail. Semua saksi penting. Tidak ada yang tidak (penting), jawabnya diplomatis.

Dalam kasus korupsi pengadaan heli Mi-17, penyidik sudah menetapkan tersangka dari kalangan sipil. Dia adalah Andy Kosasih. Saat proyek pengadaan heli, Andy Kosasih adalah kuasa dari rekanan Dephan PT SAIS (Swift Air & Industrial Supply Pte Ltd) dan PT PPM (Putra Pobiangan Mandiri).

Kasus pengadaan Mi-17 mencuat setelah ada surat teguran dari produsen Rosoboronexport mengenai pembayaran uang muka USD 21,6 juta kepada KSAD Jenderal Ryamizard Ryacudu pada 12 Januari 2004. Sebab, KSAD yang menandatangani kontrak pengadaan Mi-17 dengan Swift Air.

Panglima TNI (kala itu) Jenderal TNI Endriartono Sutarto menjelaskan bahwa Dephan melakukan kesalahan. Yaitu, menerbitkan surat perintah bayar kepada Andy Kosasih tanpa menunggu garansi bank. Pihak yang disebut Endriartono menjaminkan dirinya untuk pencairan USD 21,6 juta sebagai uang muka pengadaan empat Mi-17 adalah Kepala Pusat Keuangan Dephan Tadjani.

Komisi I DPR sempat memanggil sejumlah pihak yang diduga terlibat, termasuk Andi Kosasih. Komisi I sepakat melaporkan Andi ke Mabes Polri karena tidak memenuhi dua kali panggilan tanpa alasan. Padahal, dia adalah wakil Swift Air & Industrial Supply Pte Ltd, Singapura, di Jakarta yang bertanggung jawab sebagai penyuplai.

Permainan Pribadi
Gubernur Lemhannas Muladi kemarin menanggapi penemuan senjata api di rumah Brigjen Koesmayadi. Dia tidak yakin penimbunan senjata itu merupakan kesalahan individu dan tidak terkait institusi TNI.

Menurut saya ini hanya permainan pribadi karena KSAD dan wakil KSAD saja tidak tahu. Pribadi itu bisa satu, sepuluh, atau bisa dua puluh. Tapi, tidak dalam satu kesatuan (TNI). Mudah-mudahan motifnya hanya dagang (senjata), kata Muladi di Istana Negara kemarin.

Gubernur Lemhannas ini mengingatkan bahwa sebulan sebelum penemuan senjata itu, Kabin Syamsir Siregar telah memperingatkan tentang keberadaan individu-individu di tubuh TNI yang arogan. Dari sinyalemen itu, Muladi khawatir bila keberadaan senjata tersebut untuk kegiatan operasi khusus di suatu wilayah konflik.

Muladi juga mendukung langkah Mabes TNI yang secara transparan membuka penemuan senjata ilegal di rumah salah satu perwira tingginya itu. Sehingga, upaya penyelidikan dan pemeriksaan terhadap anggota hingga perwira tinggi TNI dapat dilakukan.

Masing-masing harus bertanggung jawab secara individual dan kolektif. Tapi, secara kesatuan itu tidak mungkin, tegasnya.

Karena Koesmayadi telah meninggal, penyelidikan internal yang dipimpin Danpuspom TNI harus mampu menyingkap jaringan yang memasok senjata. Ini karena Koesmayadi diyakini bukan aktor tunggal.

Itu complexsity. Artinya, pesertanya pasti lebih dari satu. Jadi, harus diselidiki siapa yang memerintahkan, siapa yang menganjurkan, datangnya dari mana, siapa yang memfasilitasi. Itu akan kelihatan, papar Muladi.

Penyelidikan internal untuk mencari seluruh mata rantai senjata gelap itu diperlukan karena penimbunan senjata yang tidak teregister adalah tindak pidana berat yang bertentangan dengan UU Darurat No 12 Tahun 1951.

Senjata gelap, ancamannya hukuman mati. Salah satu protokol transnational crime adalah pengaturan senjata api dan amunisi. Suatu negara yang tidak menata rapi senjata akan menjadi bumerang bagi negara itu sendiri, terangnya. (rdl/agm/noe)

Sumber: Jawa Pos, 7 Juli 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan