Depdagri Pertanyakan Pertimbangan MA
Departemen Dalam Negeri mempertanyakan pertimbangan yang digunakan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan saat mengeluarkan fatwa untuk Ali Mazi, Gubernur Sulawesi Tenggara non-aktif.
Yang kami pertanyakan, apakah pendapat hukum itu juga mempertimbangkan status Ali Mazi sebagai kepala daerah yang harus melayani publik. Apakah juga dipertimbangkan bahwa waktu yang digunakan oleh yang bersangkutan menjalani proses penyelidikan itu dapat mengganggu pelayanan, ujar juru bicara Departemen Dalam Negeri (Depdagri), Saut Situmorang, saat dihubungi Minggu (29/4).
Saut dimintai tanggapan mengenai fatwa Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan yang dikeluarkan pada 26 April 2007 terkait penon-aktifan Ali Mazi. Fatwa yang dikeluarkan atas permintaan Ali Mazi itu menyatakan, MA menyerahkan masalah penon-aktifan kepada pemerintah karena MA tidak bisa mengintervensi.
Hanya saja, dalam pertimbangannya, Ketua MA menyebutkan, tindak pidana yang didakwakan kepada Ali Mazi dilakukan dalam kapasitasnya sebagai advokat dan bukan gubernur. Karenanya, perlu dilihat ketentuan UU Advokat Pasal 14, 15, dan 16.
Kemarin, Ketua Asosiasi Advokat Indonesia Sulawesi Tenggara Abu Hanifah Pahege di Kendari menyatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diharapkan mengaktifkan kembali Ali Mazi SH sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara berdasarkan fatwa MA tersebut
Menurut Saut, penon-aktifan Ali Mazi merupakan hal yang lazim diberlakukan untuk kepala daerah yang sedang menjalani proses penyelidikan. (YAS/ANA)
Sumber: Kompas, 30 April 2007
-----------------------
Penonaktifan Ali Mazi Sesuai dengan Prosedur
Departemen Dalam Negeri menegaskan pemberhentian sementara Ali Mazi sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara sudah sesuai dengan prosedur. Meski Ali Mazi dalam posisi sebagai kuasa hukum Hilton, saat kasus itu diperiksa dia menjabat kepala daerah, ujar juru bicara Departemen Dalam Negeri, Saut Situmorang, saat dihubungi kemarin. Saut menjelaskan siapa pun yang diduga terlibat kasus, untuk memudahkan pemeriksaan, pejabat tersebut diberhentikan sementara.
Mahkamah Agung pada 26 April lalu memberikan fatwa kepada Gubernur Sulawesi Tenggara (nonaktif) Ali Mazi. Isinya, memperjelas bahwa posisi Ali Mazi saat mengurus perpanjangan izin hak guna bangunan Hotel Hilton pada 1999 adalah sebagai advokat. Perihal penonaktifan Ali Mazi sebagai gubernur, Mahkamah berpendapat seharusnya penonaktifan itu, selain mempertimbangkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah, mempertimbangkan Undang-Undang Advokat.
Saut mengatakan pihak Departemen belum menerima salinan fatwa Mahkamah Agung. Biasanya, kata dia, fatwa itu dikirim dulu kepada yang bersangkutan dan tembusannya kepada Sekretariat Negara. Nanti Sekretariat Negara mengirimkan ke Departemen, ujarnya.
Koordinator Tim Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho berpendapat, Mahkamah Agung semestinya tidak perlu memberikan fatwa kepada Ali Mazi. Menurut dia, Mahkamah hanya memberikan pendapat hukumnya kepada lembaga tinggi negara sesuai dengan Pasal 37 Undang-Undang Mahkamah Agung, bukan individu. EKO ARI WIBOWO | RINI KUSTIANI
Sumber: Koran Tempo, 30 April 2007