Depdagri Diduga Gelembungkan Dana Pilkada

Direktur Eksekutif Pusat Reformasi Pemilu (Cetro) Hadar Navis Gumay menduga Departemen Dalam Negeri menggelembungkan dana anggaran pemilihan kepala daerah (pilkada). Penggelembungan khususnya untuk biaya sosialisasi, monitoring, evaluasi pelaksanaan, dan administrasi kependudukan, katanya di Jakarta kemarin.

Berdasarkan perincian usulan kebutuhan dana pemerintah pusat untuk dukungan pilkada yang diperoleh Tempo, Departemen Dalam Negeri antara lain meminta dana sosialisasi dan pembinaan teknis Rp 86,6 miliar. Angka itu didapat dari 153.312.436 jumlah pemilih dikalikan Rp 565.

Padahal, kata Hadar, jumlah pemilih dalam pilkada hanya 77 juta orang. Adapun angka 153.312.436 adalah pemilih untuk pemilu legislatif dan presiden.

Selain itu, menurut Hadar, Departemen Dalam Negeri mengambil alih tugas Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) untuk melakukan sosialisasi. Menurut Pasal 67 (1-c) UU Pemerintahan Daerah, KPUD yang berwenang atas sosialisasi itu.

Penggelembungan lainnya, soal dana monitoring dan evaluasi pelaksanaan pemilihan yang mencapai Rp 30,648 miliar. Depdagri memakai data, ada 5.108 Panitia Pemilih Kecamatan (PPK). Padahal data ini untuk pemilihan legislatif. Untuk pilkada, (jumlah PPK) hanya setengahnya, ujarnya.

Lagi-lagi usulan Depdagri itu menyalahi UU Pemerintahan Daerah. Pada Pasal 64(a) disebutkan, pengawasan adalah wewenang Panitia Pengawas. Adapun evaluasi dan pelaporan, menurut Pasal 66 (1-k), menjadi wewenang KPUD.

Hadar juga mempertanyakan dana Rp 68 miliar untuk administrasi kependudukan, yang dianggapnya tidak realistis, karena KPU telah memiliki data yang lengkap. Mengapa tidak menggunakan alat KPU saja? ujarnya.

Anggota Komisi Pemerintahan Daerah DPR Ryaas Rasyid juga mencurigai hal yang sama. Ryaas lalu membandingkannya dengan pengalamannya ketika menjadi anggota KPU pada Pemilu 1999. Menurut dia, dana monitoring saat itu hanya membutuhkan Rp 1 miliar, untuk dibelikan mesin faksimile untuk semua kabupaten/kota.

Ryaas pun geleng-geleng kepala soal dana pengamanan yang diusulkan Rp 845,233 miliar. Sebab, dana pelaksanaan pilkada saja Rp 744, 299 miliar. Ibaratnya Anda bikin acara kawinan, tapi Anda bayar ongkos hansip lebih mahal daripada biaya perkawinan seluruhnya, ujarnya.

Terhadap tudingan itu, Menteri Dalam Negeri Muhammad Ma'ruf mengatakan, perincian dana itu baru perkiraan. Finalisasinya setelah kami bertemu dengan Panitia Anggaran DPR, ujarnya kepada wartawan di kantornya kemarin.

Namun, dia opitimistis perincian dana itu akan disetujui DPR. Sebab, dia menilai, pilkada adalah agenda nasional yang semestinya disukseskan seluruh komponen bangsa. bernarda rurit

Sumber: Koran Tempo, 4 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan