Depag: Bukan Isu Baru

Pengaduan ICW Sudah Pernah Dibahas DPR Tahun 2006

Pengaduan Indonesia Corruption Watch ke Komisi Pemberantasan Korupsi tentang gratifikasi Menteri Agama bukan masalah baru. Hal yang sama pernah menjadi isu media massa pada awal 2006 sehingga mendorong DPR membentuk Panitia Kerja Dana Abadi Umat. Demikian penjelasan Kepala Pusat Informasi Keagamaan dan Kehumasan Departemen Agama Masyhuri di Jakarta, Rabu (7/1).

”Dalam kaitan ini, Menteri Agama telah memberikan penjelasan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII DPR pada 21 Juni 2006 dan 5 Juli 2006, dan DPR dapat menerima penjelasan itu,” ujarnya.

Menurut Masyhuri, Menteri Agama M Maftuh Basyuni meminta semua pihak memberikan kesempatan kepada KPK untuk mempelajari secara saksama laporan ICW.

Menteri Agama juga mendukung sepenuhnya setiap upaya untuk membersihkan birokrasi pemerintahan dari praktik-praktik korupsi dan kolusi.

Menteri Agama, menurut Masyhuri, yakin sepenuhnya bahwa seluruh kebijakan dan langkah yang ditempuh selama ini, termasuk pengelolaan Dana Abadi Umat, dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Tak ada dalam kontrak
Tentang selisih biaya penerbangan karena turunnya harga minyak mentah dunia dalam jumlah signifikan, menurut Masyhuri, jika Depag meminta pengembalian selisih itu kepada penyelenggara penerbangan, pasti ditolak.

Pasalnya, Depag juga pernah menolak permintaan maskapai penerbangan untuk menambah biaya penerbangan ketika terjadi kenaikan harga minyak setelah biaya >kern 451mkern 251m< ibadah haji (BPIH) ditandatangani Presiden.

”Kontrak antara Depag dan maskapai penerbangan tidak mencantumkan klausul tentang pengembalian selisih dana apabila terjadi penurunan biaya bahan bakar atau penambahan biaya apabila terjadi kenaikan biaya bahan bakar,” ujarnya.

Terkait dengan BPIH, pengamat masalah haji, Bahauddin Thonti, mengatakan, problem yang bisa dipertanyakan adalah dari mana sumber dana yang dipergunakan untuk menalangi biaya kompensasi jemaah haji ketika terjadi peristiwa katering Mina beberapa tahun lalu.

”Setiap jemaah mendapat kompensasi 300 riyal. Jumlahnya tentu besar jika melihat kuota haji 210.000 orang. Padahal, pemerintah sendiri sampai saat ini belum meminta dana yang sudah telanjur dibayarkan kepada perusahaan katering yang ingkar janji itu,” ujarnya.

Selain itu, menurut Thonti, perlu dipikirkan lagi untuk tidak memasukkan biaya hidup dalam komponen BPIH. Meskipun pada akhirnya biaya itu dikembalikan lagi kepada jemaah, selama beberapa waktu jumlah uang yang disimpan di rekening Menteri Agama tentu bertambah.

”Bayangkan, sekarang saja ada sekitar 600.000 jemaah haji yang antre diberangkatkan dan mereka sudah membayarkan Rp 20 juta ke rekening Menteri Agama,” ujarnya. (MAM)

Sumber: Kompas, 8 Januari 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan