Demokrat Pastikan Pecat Nazaruddin

Ketua Fraksi Partai Demokrat di Dewan Perwakilan Rakyat, Jafar Hafsah, menyatakan surat pemecatan terhadap Muhammad Nazaruddin, mantan bendahara umum partai, akan diberikan pada saat berlangsung Rapat Koordinasi Nasional, 23-24 Juli 2011, di Sentul, Jawa Barat. "Tapi, jika tidak di acara itu, surat akan dilayangkan setelahnya," katanya di Jakarta kemarin.

Soal posisi Nazaruddin di DPR, menurut Jafar, masih menunggu surat keputusan pemecatan yang dikeluarkan Dewan Pimpinan Pusat. Adapun soal pergantian antarwaktu Nazaruddin juga menunggu surat tersebut.

Beberapa petinggi Partai Demokrat kemarin memastikan pemecatan terhadap Muhammad Nazaruddin itu telah sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai. DPP kemarin sudah melayangkan surat peringatan terakhir kepada Nazaruddin. "Ini kan sudah SP3 (surat peringatan ketiga). Setelah itu, selesailah sudah," ujar Ketua Departemen Bidang Ekonomi DPP Partai Demokrat Sutan Bhatoegana kemarin.

Nazaruddin sebelumnya diberhentikan dari jabatannya sebagai bendahara umum karena diduga terlibat dalam kasus penyuapan terkait pembangunan wisma atlet di Palembang. Dia diketahui pergi ke Singapura pada 23 Mei 2011, sehari sebelum Komisi Pemberantasan Korupsi menyampaikan permohonan cegah tangkal pada 24 Mei 2011.

Dua hari lalu, kepada Tempo, Nazaruddin mengirim pesan BlackBerry yang menyebutkan bahwa sejak Senin (lalu) ia menyatakan mundur dari DPR dan partainya. Dia sudah meminta pengacaranya menyampaikan hal ini kepada media.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Max Sopacua mengatakan proses pemecatan tetap berjalan. "Pengunduran diri itu kan perlu ada buktinya. Perlu ada hitam di atas putih. Sampai saat ini, kita belum mendapatkan itu," ujarnya kemarin. Ia menegaskan pengunduran diri Nazaruddin tak akan mengubah keputusan pemecatan.

Sementara itu, kemarin pengacara Nazaruddin dari Otto C. Kaligis and Associates menjalani sidang pertama gugatan terhadap Undang-Undang Keimigrasian (UU Nomor 6 Tahun 2011) di Mahkamah Konstitusi. Permohonan pengujian itu khususnya untuk Pasal 16 ayat 1 huruf b yang dinilai bertentangan dengan Pasal 28 huruf a dan d Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Rico Pandeirot, salah satu pemohon, "Kami keberatan apabila dalam proses penyelidikan sudah bisa dicekal. Itu merampas kemerdekaan warga negara." FEBRIYAN | MAHARDIKA SATRIA HADI | DIANING SARI | ATMI PERTIWI

Sumber: Koran Tempo, 19 Juli 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan