Darmin Nasution Terpilih sebagai Gubernur Bank Indonesia

Jika Jadi Terdakwa Century, Mundur dari Gubernur BI

Setelah melalui fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan) selama dua hari, akhirnya tadi malam Komisi XI DPR secara aklamasi memilih Darmin Nasution sebagai gubernur Bank Indonesia (BI) untuk periode lima tahun mendatang.

Wakil Ketua Komisi XI dari Fraksi Partai Demokrat Achsanul Qosasi menyatakan, seluruh fraksi di komisi XI setuju menerima Darmin sebagai calon yang diajukan presiden untuk mengisi jabatan gubernur BI. ''Prinsipnya, saudara Darmin Nasution sudah kami setujui secara aklamasi (sebagai gubernur BI),'' ujarnya dalam rapat pleno Komisi XI DPR yang hingga pukul 23.30 tadi malam masih berlangsung.

Meski demikian, dalam keputusan itu, disertakan beberapa catatan yang bisa jadi membuat Darmin kurang nyaman. Catatan penting yang menjadi keputusan komisi XI tersebut terkait dengan kasus bailout Bank Century. Berdasar catatan itu, jika kelak dinyatakan sebagai terdakwa dalam kasus tersebut, Darmin harus bersedia mundur tanpa harus menunggu ketetapan hukum.

Secara lengkap, catatan itu berbunyi: ''Berdasar kesimpulan dan rekomendasi Pansus Angket Bank Century yang menyebutkan adanya dugaan keterlibatan saudara Darmin Nasution, sehubungan posisinya sebagai komisioner LPS dalam proses bailout Bank Century dan kasus hukum lainnya selama menjabat di lembaga pemerintahan lainnya, manakala pada suatu saat dinyatakan secara formal oleh instrumen hukum di Indonesia (KPK, kejaksaan, atau lembaga hukum lainnya) sebagai terdakwa, maka yang bersangkutan harus bersedia mengundurkan diri dari jabatan gubernur BI pada saat itu juga tanpa harus menunggu ketetapan hukum yang tetap.''

Catatan tersebut merupakan hasil rumusan dari berbagai catatan yang disampaikan masing-masing fraksi. Sebelumnya, perdebatan alot terjadi ketika hendak memutuskan catatan mengenai keharusan Darmin untuk mundur jika terseret dalam kasus bailout Bank Century.

Dua kubu berbeda pendapat. Fraksi Partai Demokrat, FPKS, FPKB, FPPP, dan Fraksi Partai Gerindra menyatakan bahwa Darmin harus mundur jika sudah ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus bailout Bank Century. Ada pun Fraksi Partai Golkar, FPAN, dan Fraksi Partai Hanura menyatakan Darmin harus mundur jika sudah ditetapkan sebagai tersangka. Sementara itu, FPDIP tidak menyebutkan secara tegas apakah tersangka atau terdakwa.

''Yang jelas, jika semua klarifikasi yang disampaikan saudara Darmin Nasution (atas berbagai kasus yang diduga terkait dengan dirinya) dalam fit and proper test terbukti tidak benar di kemudian hari, berarti dia sudah membohongi publik, sehingga harus mundur,'' tegas anggota FPDIP Eva Kusuma Sundari.

Catatan yang juga menjadi keputusan komisi XI, antara lain, Darmin harus selalu berkomitmen untuk membuat kebijakan moneter yang integratif. Yakni, bukan kebijakan moneter yang absolut, melainkan kebijakan moneter yang selalu paralel dan sinergi dengan kebijakan yang bisa menjadi insentif terhadap sektor riil, terutama pemberdayaan UMKM.

Kebijakan tersebut, antara lain, memberikan kemudahan akses pembiayaan, mendorong pemberlakuan tingkat suku bunga pinjaman (lending rate) yang rendah dan selisih bunga bank (spread bank) yang kecil tanpa mengabaikan prudential system (sistem kehati-hatian).

Darmin Jawab Tudingan
Sebelumnya, dalam fit and proper test yang dimulai pukul 10.00 hingga 15.00 kemarin, Darmin membuat pernyataan blak-blakan seputar berbagai kasus yang dikaitkan dengan dirinya. Bahkan, soal kasus mafia pajak Gayus Tambunan, dia berani menantang.

''Begini, kalau saya salah (dalam kasus Gayus), gantung saya,'' tegasnya dengan nada tinggi. Mimik mukanya serius. Telapak tangannya ditempatkan di leher seperti isyarat menyembelih.

Kemarin, Darmin memang terus dicecar pertanyaan seputar kasus Gayus. Anggota komisi XI dari FPG Edison Betaubun menanyakan pernyataan Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo yang mengaku pernah menyampaikan kasus Gayus kepada Darmin yang saat itu menjabat Dirjen Pajak namun tidak direspons. ''Jadi, ini harus diklarifikasi, apakah benar Bapak membiarkan kasus itu,'' ujarnya.

Atas pertanyaan tersebut, Darmin mengaku memang pernah mendapat laporan lisan dari Tjiptardjo yang saat itu menjabat direktur intelijen dan penyidikan Ditjen Pajak. ''Saya ingat, Juni 2009 itu, saya diceritai Pak Tjip bahwa ada salah seorang aparat pajak yang saat itu diperiksa kepolisian karena diduga berkongkalikong dengan wajib pajak di pengadilan pajak. Tapi, saat itu pun tidak disebut namanya siapa,'' ungkapnya.

Sebagai tindak lanjut terhadap laporan tersebut, jelas Darmin, dirinya memerintahkan untuk memperketat sistem pemeriksaan pajak hingga proses keberatan, banding, dan sidang di pengadilan pajak. ''Jadi, itu saya respons juga,'' terangnya.

Kasus pajak lain yang ditanyakan ke Darmin adalah sengketa pajak Halliburton, perusahaan penyedia jasa minyak dan gas asal Amerika Serikat (AS). Masalahnya bermula dari perbedaan penghitungan pajak karena selisih kurs oleh manajemen Halliburton dan aparat Ditjen Pajak.

Karena perbedaan tersebut, Halliburton mengajukan peninjauan kembali (PK) hingga empat kali, namun semuanya ditolak. Barulah pada Mei 2006, saat Darmin menjabat sebagai Dirjen Pa­jak, PK Halliburton diterima. Hasilnya, di antara total tagihan pajak Rp 85 miliar, Halliburton hanya membayar Rp 63 miliar. Isu pun merebak. Darmin dituding tunduk pada intervensi asing karena salah satu komisaris Halli­burton adalah wakil presiden AS, saat itu Dick Cheney.

Darmin mengakui, pada saat mengabulkan keberatan Halliburton pada Mei 2006, dia baru 21 hari menjabat sebagai Dirjen Pa­jak. ''Jadi, wajar saja kalau ada yang kemudian berpikir ada apa-apanya,'' katanya.

Meski demikian, lanjut dia, keputusan tersebut dibuat setelah dilakukan pemeriksaan ulang atas selisih kurs yang disengketakan. Selain itu, ada rekomendasi dari direktur pemeriksaan dan rapat internal Ditjen Pajak yang akhirnya memutuskan bahwa sebagian keberatan Halliburton memang layak dikabulkan. ''Jadi, saya tegaskan, tidak ada intervensi dari menteri atau pejabat lain yang lebih tinggi,'' ujarnya.

Kasus lain yang juga dicecarkan kepada Darmin adalah bailout Bank Century yang menelan dana Rp 6,7 triliun. Pada saat bailout terjadi, Darmin menjabat sebagai Dirjen Pajak sekaligus komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). LPS inilah yang akhirnya diserahi tugas oleh pemerintah untuk mengelola Bank Century.

Menyangkut kasus itu, Darmin kembali menegaskan posisinya ter­hadap langkah bailout yang saat itu diputuskan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang diketuai Sri Mulyani Indrawati, menteri keuangan saat itu. ''Saya, Pak Fuad (Rahmany), dan Pak Anggito (Abimanyu) sempat memberikan masukan bahwa tidak usah dilakukan penyelamatan kepada Bank Century. Jadi, saya kira (posisi saya) itu sudah jelas,'' katanya.

Darmin menuturkan, pernyataannya tersebut diungkapkan pada prarapat KSSK. Namun, lanjut dia, sebagai komisioner LPS, dia me­mang hanya bisa menyampaikan pandangan dan tidak bisa ikut dalam pengambilan keputusan. ''Soal memutus Bank Century di-bailout, saya tidak ikut sama sekali,'' tegasnya.

Setelah menegaskan posisinya dalam bailout Bank Century, Dar­min kembali dicecar soal panda­ngan apakah uang LPS merupakan uang negara. Anggota Komisi XI DPR dari FPDIP Dolfie O.F.P. mengatakan, dalam proses Pansus Century, Sri Mulyani menyatakan bahwa uang LPS bukanlah uang negara. ''Bagaimana pandangan Bapak. Uang LPS itu uang negara atau bukan dan jika ada penyimpangan apakah bisa disebut ko­rupsi?'' tanyanya.

Darmin menjawab bahwa uang LPS adalah kekayaan negara yang dipisahkan. ''Jadi, itu bukan uang negara, tapi masuk dalam keuang­an negara,'' jawabnya. Menurut dia, persoalan apakah itu uang negara atau keuangan negara bukan suatu hal yang signifikan untuk dibahas. ''Sebab, dalam hukum pidana korupsi, disebut jika merugikan ke­uangan negara, bukan hanya uang negara. Jadi, kalau dalam bailout itu ada dana LPS yang disele­weng­kan, iya (itu korupsi),'' tegasnya.

Meski berlangsung cukup panas, Darmin tampak santai dalam fit and proper test kemarin. (owi/c1/kum)
Sumber: Jawa Pos, 23 Juli 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan