Dari Sidang Perkara Koperasi Distribusi Indonesia; Negara Tetap Dirugikan

Negara Republik Indonesia tetap dirugikan dalam perkara korupsi Rp 169,710 miliar yang diduga dilakukan Ketua Umum Koperasi Distribusi Indonesia Nurdin Halid. Pasalnya, sampai sekarang uang tersebut belum ada yang kembali masuk ke kas negara. Padahal, uang itu milik negara karena berasal dari Kredit Likuiditas Bank Indonesia.

Pernyataan itu disampaikan Yusrizal Ilyas dari Departemen Keuangan Republik Indonesia ketika memberikan kesaksian dalam perkara korupsi dengan terdakwa Ketua Umum Koperasi Distribusi Indonesia (KDI) Nurdin Halid di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (23/3).

Dakwaan korupsi yang dijatuhkan kepada Nurdin bermula ketika pada 7 September 2004, KDI mendapat tugas dari pemerintah untuk menggantikan peran Badan Urusan Logistik (Bulog) dalam pendistribusian minyak goreng.

Sesuai dengan perjanjian antara Bulog dan KDI Nomor PKK.977A/09/1998 tanggal 17 September 1998 tentang Penyediaan Dana Guna Pengadaan Minyak Goreng bagi KDI dan Perjanjian Pengalihan Distribusi Minyak Goreng No PKK-977B/09/1998 tanggal 17 September 1998, dalam pendistribusian itu KDI mendapat bantuan dana dari Bulog.

Untuk itu, KDI harus mengembalikan bantuan ke Bulog sebelum 31 Desember 1998. Jika batas waktu tersebut dilewati, KDI akan dikenai bunga sesuai dengan bunga Kredit Likuiditas Bank Indonesia. Berdasarkan perjanjian di atas, Bulog lalu menyerahkan ke KDI 52,998 juta kg minyak goreng senilai lebih dari Rp 250 miliar beserta uang tunai Rp 227,114 miliar untuk pengadaan 50,795 juta kg minyak goreng.

Namun, sampai 31 Desember 1998 KDI hanya menyetorkan uang ke Bulog Rp 114,774 miliar dari yang seharusnya per 31 Desember 1998 sebesar Rp 284,485 miliar sehingga masih ada kekurangan Rp 169,710 miliar.

Belum kembali
Dalam sidang yang dipimpin majelis hakim I Wayan Rena dengan anggota, M Syarifudin dan Achmad Sobari, kemarin, Yusrizal mengatakan, uang yang dipinjamkan Bulog ke KDI itu berasal dari Kredit Likuiditas Bank Indonesia. Artinya, uang itu milik atau berasal dari kas Pemerintah Indonesia.

Selama uang dari negara yang dipinjamkan Bulog ke KDI itu ada yang belum dikembalikan, berarti negara telah dirugikan, ujar Yusrizal.

Soal adanya uang yang dipinjamkan Bulog ke KDI yang belum dikembalikan itu juga dibenarkan Hadi, saksi ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan. Ini diketahui ketika dia memeriksa sejumlah bukti pengeluaran yang diberikan penyidik perkara itu.

Pada kesempatan yang sama, Saleh Taher dari Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah yang menjadi saksi ketiga mengatakan, sebagai koperasi KDI berhak dan dapat menjalankan usaha.

Menurut Saleh, usaha itu biasanya dilakukan oleh direksi yang ditunjuk oleh pengurus koperasi. Jika dalam usahanya direksi melakukan tindak pidana, risiko ditanggung mereka sendiri, ucap Saleh.

Menurut dia, semua usaha yang dilakukan direksi ini nantinya akan dilaporkan ke pengurus. Jika pengurus menolak laporan direksi, tanggung jawab tetap di tangan direksi. Jika laporan diterima, tanggung jawab beralih kepada pengurus.

Selanjutnya, pengurus akan melaporkan usaha itu dan kegiatan koperasi lainnya kepada rapat anggota. Jika laporan ditolak, tanggung jawab tetap berada di tangan pengurus. Seandainya laporan diterima, tanggung jawab beralih ke rapat anggota. Ini merupakan aturan umum, kecuali koperasi itu punya klausul khusus dalam anggaran rumah tangganya seperti tanggung jawab dimiliki ketua umum, kata Saleh.

Seusai mendengarkan kesaksian Saleh, majelis hakim menunda sidang hingga Rabu pekan depan untuk memberikan kesempatan kepada jaksa Arnold Angkow menghadirkan dua saksi ahli lainnya dari universitas di Yogyakarta dan Bandung. (NWO)

Sumber: Kompas, 24 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan