Dapat Kamar Spesial, Ayin Kendalikan Perusahaannya dari Dalam Tahanan

Hasil Sidak Satgas di Rutan Pondok Bambu

Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum mulai menunjukkan taringnya. Tadi malam satgas melakukan inspeksi mendadak (sidak) di Rumah Tahanan (Rutan) Pondok Bambu, Jakarta Timur. Lima tahanan ditemukan mendapat perlakuan khusus.

Tahanan ''spesial'' itu adalah tahanan kasus narkoba yang divonis seumur hidup Aling dan kasus suap USD 660 ribu terhadap jaksa Urip Tri Gunawan, Artalyta Suryani alias Ayin. Berikutnya adalah tahanan kasus suap pembangunan bandar udara dan dermaga di wilayah timur Indonesia, Darmawati Dareho. Lalu, tahanan kasus proyek pengadaan peningkatan fasilitas mesin dan peralatan tiga Balai Latihan Kerja (BLK) Depnakertrans senilai Rp 9,48 miliar Ines Wulandari serta tahanan kasus korupsi pengadaan mesin dan peralatan di sepuluh BLK Depnakertrans pada 2004 Eri Fuad.

Dalam operasi kali ini, empat anggota satgas turun langsung. Yakni, Irjen Herman Effendy (koordinator ataf ahli Kapolri), Denny Indrayana, mantan Wakil Ketua KPK Mas Achmad Santosa, serta Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein. Ketua Satgas Kuntoro Mangkusubroto tidak ikut dalam sidak. ''Kami sudah koordinasi dengan beliau,'' kata Mas Achmad Santosa saat dihubungi tadi malam (10/1).

Satgas memasuki rutan sekitar pukul 19.00. Selama tiga jam mereka melakukan sidak. Begitu masuk, mereka langsung memeriksa kamar-kamar yang diduga mendapat perlakuan khusus. Pertama, mereka mendatangi lantai tiga di ruang khusus milik Artalyta. Wanita yang biasa dipanggil Ayin itu ditemukan sedang mendapat treatment dari dokter kosmetik. Treatment itu rupanya cukup spesial hingga dilakukan sampai malam. ''Sehari-hari Ayin di situ,'' kata Ota, panggilan Mas Achmad Santosa.

Selain itu, kamar Ayin sangat nyaman. Fasilitasnya lengkap. Ada lemari es, sofa, dan fasilitas kamar lain. ''Mirip lounge lah,'' kata Ota menyebut ruang tunggu di hotel dan bandara yang biasanya menyediakan hiburan dan minuman.

Satgas juga menemukan bahwa di ruang khusus itu Ayin mengendalikan perusahaannya. Ayin, kata Ota, sering menggelar rapat di ruang tersebut. Dia mengundang karyawannya masuk. Saat ditanya, Ayin beralasan bahwa karyawannya banyak. ''Kata Ayin, ada 70 sampai 80 ribu karyawan dia yang harus dikendalikan,'' kata Ota. Yang juga menarik, dia dilaporkan pernah mengadopsi seorang anak.

Ayin juga pernah keluar tahanan. Penyuap jaksa Urip Tri Gunawan itu mengaku dua kali keluar tahanan. Yakni, ketika mengunjungi saudaranya yang meninggal dunia dan memeriksakan gigi.

Dari ruang Ayin, satgas merangsek ke ruang Aling di lantai dua. Tahanan narkoba seumur hidup itu malah dimanjakan di ruangnya. Terdapat peralatan lengkap untuk karaoke. Mulai sound system hingga mikrofon. Bahkan, kamar tersebut memiliki dua lemari es. ''Saat sidak, BlackBerry Aling tertinggal,'' kata Ota.

Kamar mantan Kabag Tata Usaha Distrik Navigasi Pelabuhan Tanjung Priok Darmawati juga memiliki sofa. Kondisi ruangnya pun sangat nyaman. Mereka bertiga tinggal sendiri di kamar-kamar khusus itu.

Selain tiga tahanan tersebut, satgas mendapati kamar tahanan milik Ines Wulandari dan Eri Fuad lebih nyaman daripada tahanan lain, baik fasilitas maupun penghuni. Kamar-kamar spesial tersebut masing-masing dihuni satu orang. Padahal, kata Ota, saat satgas mengecek ruang tahanan umum lainnya, kondisinya jauh berbeda. Satu kamar digunakan untuk lebih dari satu tahanan. Bahkan, kasur di kamar bertumpuk-tumpuk. ''Jelas, kontras sekali,'' jelasnya.

Satgas menyimpulkan, ada perlakuan khusus terhadap para tahanan. Perlakuan itu, kata Ota, karena mereka memberikan service kepada petugas rutan. Mulai parsel Lebaran hingga upeti khusus. ''Bahkan, kami dapat informasi kalau petugas bisa memalak tahanan,'' katanya.

Temuan tersebut sangat mengejutkan. Pasalnya, Menteri Hukum dan HAM Patrialias Akbar pernah melakukan sidak di rutan yang sama pada 27 November tahun lalu. Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu ''hanya'' menemukan bahwa penghuni rutan sudah melebihi kapasitas. Para petugas rutan juga suka memalak tahanan.

''Menteri kan terikat protokoler. Jadi, saat itu tidak menemukannya. Lagi pula, kami terjun ke sini juga sudah berkoordinasi dengan Menkum HAM,'' kata Ota membela Patrialis.

Ota menengarai, kasus tersebut seperti puncak gunung es. Kasus serupa terjadi di rutan lain di seluruh Indonesia. ''Tidak mungkin kalau hanya di Rutan Pondok Bambu. Di seluruh Indonesia pasti ada kasus yang sama,'' katanya.

Karena itu, kata Ota, pihaknya akan meminta Depkum HAM menginvestigasi temuan tersebut. ''Kami akan berkoordinasi dengan Menkum ham. Memperbaiki ini dari akarnya,'' ujarnya. Ota juga mengatakan bahwa temuan itu akan diserahkan kepada Presiden SBY untuk ditindaklanjuti.

Seusai satgas sidak, pihak Rutan Pondok Bambu langsung menggelar rapat. Mereka membicarakan hasil temuan satgas tersebut. Lepas tengah malam, rapat tersebut masih berlangsung. (git/sof/aga/iro)

Sumber: Jawa Pos, 11 Januari 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan