Dana Rp 15,2 Miliar Mengalir ke Syaukani HR; Seharusnya Itu untuk Bandar Udara Loa Kulu
Dana sebesar Rp 15,250 miliar yang seharusnya untuk pembebasan lahan Bandar Udara Loa Kulu di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, ternyata justru mengalir, baik secara tunai maupun transfer, ke Bupati Kutai Kartanegara Syaukani Hasan Rais.
Pemindahan dana itu atas perintah Syaukani kepada Pemimpin Proyek Pembebasan Lahan Bandar Udara (Bandara) Loa Kulu Bachruddin Noor.
Hal tersebut diungkapkan oleh Bachruddin dalam sidang yang dipimpin Kresna Menon di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (10/9). Saksi lain yang hadir adalah Ketua Panitia Pengadaan Proyek Studi Kelayakan dan Master Plan Pembangunan Bandara Loa Kulu Sugianto.
Menurut Bachruddin, dana untuk pembebasan lahan berasal dari anggaran tambahan tahun 2003 yang terealisasi Rp 8,750 miliar dan dana tambahan 2004 yang terealisasi Rp 6,5 miliar.
Ia menjelaskan, dana tersebut diminta oleh Syaukani jauh sebelum pembebasan lahan itu dilakukan. Pak Bupati bilang nanti diperhitungkan dengan tanah-tanah saya. Beliau itu atasan saya. Saya takut dengan beliau, beliau tidak mau dibantah, tutur Bachruddin.
Bachruddin menambahkan, ia beberapa kali mengeluarkan uang di luar keperluan proyek pembebasan lahan. Pernah 18 Agustus 2004, Pak Bupati atau Pak Hardi, saya lupa, memerintahkan saya melalui telepon untuk mentransfer ke rekening Pak Syaukani di BNI Cabang Tenggarong sebesar Rp 3 miliar, ujarnya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Kutai Kartanegara ini melanjutkan, ia meminta Bendahara Bappeda Syahrani untuk mengambil uang Rp 6 miliar. Saya meminta transfer Rp 3 miliar ke rekening Pak Bupati, sisanya untuk keperluan proyek, kata Bachruddin.
Membuat nota
Lalu, Bachruddin kembali mentransfer pada 23 Agustus 2004. Pak Bupati memerintahkan saya mentransfer Rp 250 juta ke rekening Yudith, staf ahli Bupati, di Citibank Jakarta. Tanggal 22 Oktober 2004 saya diperintahkan Pak Bupati oleh Pak Hardi yang datang ke kantor proyek agar saya menyerahkan travelers cheque sebesar Rp 5 miliar. Saya lalu perintahkan Syahrani untuk membeli travelers cheque sebanyak 200 lembar, masing-masing senilai Rp 25 juta, kata Bachruddin.
Ia menceritakan, karena merasa perlu mendapatkan pegangan sebagai bukti bahwa sudah mengeluarkan uang-uang tersebut untuk keperluan Bupati Syaukani, Bachruddin pun membuat nota kepada Syaukani. Nota itu berisi uang-uang yang sudah saya keluarkan, katanya.
Hal yang sama ia lakukan saat mentransfer Rp 6,5 miliar ke simpanan sementara. (VIN)
Sumber: Kompas, 11 September 2007
--------------
Kasus Korupsi Syaukani
Administrasi Lelang Dibuat Belakangan
Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kutai Kartanegara Sugiyanto dan Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kutai Kartanegara Bachruddin Noor menyatakan surat administrasi penunjukan rekanan baru keluar setelah pekerjaan feasibility study (studi kelayakan) untuk proyek pembangunan bandar udara Loa Kulu berjalan.
Saya dihubungi Bachruddin untuk segera melengkapi administrasi dari pekerjaan yang sudah dikerjakan karena akan membayar PT Mahakam Distra Internasional (MDI) sebagai rekanan yang melakukan studi kelayakan, kata Sugiyanto dalam persidangan kasus korupsi pembangunan bandara di Kabupaten Kutai Kartanegara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin.
Sugiyanto, yang ketika proyek pembangunan bandara Loa Kulu di Kutai ditunjuk menjadi ketua panitia lelang konsultan studi kelayakan, mengaku baru menerima surat penunjukan dirinya sekitar November-Desember 2003. Sedangkan PT MDI telah melakukan studi kelayakan sejak Mei 2003.
Kemudian, setelah ditunjuk menjadi ketua pemimpin lelang, menurut Bachruddin, tugasnya adalah melengkapi dokumen penunjukan PT MDI sebagai rekanan. Ia juga harus membuat administrasi perlengkapan fiktif. Sedangkan Sugiyanto bertugas membuat undangan lelang, penetapan peserta, dan dokumen negosiasi harga.
Satu-satunya dokumen yang asli hanyalah dokumen negosiasi harga. Hanya, semua tanggal dimundurkan agar sesuai dengan waktu ketika PT MDI melakukan studi kelayakan. Menurut Bachruddin, penanggalan itu dibuat mundur sebagai syarat administrasi agar dana anggaran biaya tambahan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kutai Kartanegara 2003 dapat cair.
Selain itu, Bachruddin menyatakan dirinya saat itu ditunjuk menjadi pemimpin proyek ketika beberapa pekerjaan awal sudah berjalan. Ia juga mengatakan baru menerima usul rekanan yang pantas, yaitu PT MDI, pada Desember. Padahal waktu itu pekerjaan mereka sudah berjalan 80-90 persen, kata Bachruddin.
Bupati Kutai Kartanegara nonaktif, Syaukani, diduga korupsi dalam penggelembungan ongkos studi kelayakan bandara Loa Kulu yang merugikan negara Rp 3 miliar dan pembebasan tanah bandara Rp 15 miliar. Ia juga diduga menyalahgunakan dana bantuan sosial sebagai dana taktis Rp 7,75 miliar serta upah pungutan dana perimbangan negara dari sektor minyak dan gas Rp 15 miliar. SHINTA EKA P
Sumber: Koran Tempo, 11 September 2007