Dana Penguatan Rawan Korupsi
PRO-KONTRA mengenai dana penguatan kelurahan bergulir ketika DPRD membahas RAPBD 2006. Sebagian besar anggota dewan meragukan keberhasilan program ini karena disinyalir rawan penyimpangan, seperti pengucuran dana program pemberdayaan masyarakat kelurahan (PPMK). Selain itu, laporan program dana penguatan yang telah diterapkan di 10 kecamatan dan 50 kelurahan percontohan di DKI Jakarta pada 2005, belum masuk.
Namun, melalui perdebatan alot, akhirnya program ini disetujui. Dan, sebanyak 44 kecamatan masing-masing mendapatkan dana penguatan sebesar Rp4 miliar. Sedangkan 267 kelurahan mendapat dana penguatan sebesar Rp1 miliar sampai Rp1,7 miliar.
Anggota Komisi A DPRD DKI Rois Handayana Syaugie menyayangkan keputusan yang diambil tanpa adanya evaluasi dana penguatan di 10 kecamatan dan 50 kelurahan percontohan tersebut.
''Kami sebagai anggota dewan sudah meminta hasil evaluasi program itu. Setidaknya laporan per triwulan dari Badan Pengawas Daerah (Bawasda). Sayangnya, sampai ketuk palu, tidak ada laporan secara tertulis. Kami harus memercayai laporan Bawasda secara lisan bahwa program yang dijalankan pada 2005 tidak terjadi penyimpangan,'' kata Rois saat dihubungi Media, pekan lalu.
Rois sendiri sebenarnya meragukan program penguatan kelurahan dan kecamatan mengingat banyaknya kekurangan di bidang sumber daya manusia serta sarana dan prasarana yang dimiliki kelurahan dan kecamatan.
''Seperti yang kita ketahui, banyak kelurahan dan kecamatan yang belum memenuhi standar untuk melakukan hal itu,'' tegas Rois.
Hal senada juga disampaikan oleh Sekretaris Komisi B DPRD Nurmansjah yang mengatakan program dana penguatan kelurahan dan kecamatan belum didukung oleh SDM yang memadai.
''Uang yang dianggarkan untuk otonomi kelurahan dan kecamatan menjadi sia-sia karena dikelola oleh SDM yang tidak mengerti manajemen keuangan dan prioritas pembangunan yang dibutuhkan masyarakat. Nantinya akan seperti penggunaan dana PPMK, yang banyak sekali terjadi penyelewengan,'' katanya.
Nurmansjah mengatakan tak menutup kemungkinan kalau terjadi penyimpangan dalam pengelolaan dana penguatan kelurahan dan kecamatan. Untuk itu, masyarakat harus memantau dan mengawasi penggunaan dana ini.
Sayangnya, hingga kini, program penguatan kelurahan dan kecamatan belum tersosialisasi kepada masyarakat. ''Kalau belum tersosialisasi berarti kan tidak ada transparansi penggunaan dana penguatan ini. Mungkin, malah banyak warga yang tidak tahu kalau kelurahan dan kecamatan dapat dana ini,'' katanya.
Menurutnya, jika tidak transparan, tidak ada kontrol sosial. Hal ini nantinya akan menjadi bumerang dan akhirnya tidak terdistribusikan dengan baik.
''Waktu kami turun ke lapangan, ada suatu kelurahan yang memungut dana ke warga untuk perbaikan saluran got. Padahal kan anggaran untuk perbaikan got disediakan. Karena itu, saya salut ketika ke Kelurahan Menteng, ada pengumuman pengelolaan sampah menghabiskan dana Rp30 juta. Kerja bakti juga dianggarkan. Kalau transparan seperti ini kan enak,'' ujarnya.
Pengawasan
Sementara itu, Ketua Forum Warga Jakarta (Fakta) Azas Tigor Nainggolan menyambut baik adanya dana penguatan kelurahan dan kecamatan. Dengan begitu, lurah dan camat dapat meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat.
''Selama ini, kita kan tahu, pelayanan publik ke masyarakat di kelurahan dan kecamatan agak miris. Kapabilitas lurah dan camat tak sebaik yang diharapkan masyarakat. Karena itu, ketika ada dana penguatan seperti ini, diharapkan bisa membawa manfaat yang baik ke tengah-tengah masyarakat,'' katanya.
Namun yang perlu dipikirkan, ujar Tigor, perlunya pengawasan dalam hal pengelolaan dana penguatan kelurahan dan kecamatan agar anggaran itu bisa efektif digunakan.
''Pemerintah Provinsi DKI harus melihat perkembangan di lapangan, apa benar tujuan itu tercapai. Apakah benar ada perbaikan pelayanan?'' tanya pria asal Sumatra Utara itu.
Sedangkan Asisten Divisi Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Arief Rakhman, mengatakan program penguatan kelurahan dan kecamatan dikhawatirkan menimbulkan korupsi baru yang lebih membumi pada level akar rumput (grassroot).
''Pengalaman tingkat kebocoran dana PPMK yang melibatkan dewan kelurahan, mengindikasikan ketidaksiapan implementasinya dan lemahnya pengawasan, sehingga menyebabkan korupsi yang meluas pada tingkat kelurahan,'' kata Arief.
Menurut Arief, dalam pelaksanaan anggaran kelurahan ke depan pemprov juga perlu mengalokasikan dana safe guarding untuk mengawasi dana penguatan kelurahan. ''Selain itu, keterlibatan masyarakat pada tingkat kelurahan dan kecamatan sebagai penerima manfaat langsung, untuk turut mengawasi dana penguatan kelurahan ini,'' katanya. (Ray/J-1)
Sumber: Media Indonesia, 17 Januari 2006