Dana Pemberdayaan Masyarakat Menyimpang

Temuan ini baru dari enam kecamatan. Dewan kelurahannya akan diperiksa.

Badan Pengawas Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta menemukan penyimpangan dana program pemberdayaan masyarakat kelurahan Rp 8,933 miliar untuk periode 2001-2005.

Penyelewengan dilakukan oleh pengelola dan pihak yang menerima dana tersebut. Penyalahgunaan ini terungkap saat rapat kerja antara Kepala Badan Pengawas Firman Hutadjulu dan Komisi Kesejahteraan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kemarin.

Menurut Firman, data penyalahgunaan itu baru ditemukan pada 57 kelurahan di enam kecamatan: Sawah Besar, Penjaringan, Palmerah, Pesanggrahan, Kramat Jati, dan Pulau Seribu Utara.

Dana program pemberdayaan masyarakat kelurahan merupakan bantuan modal dalam bentuk pinjaman yang diberikan pemerintah daerah kepada masyarakat. Penyalurnya dewan kelurahan.

Untuk itu, Ketua Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dani Anwar minta dewan kelurahan yang baru, periode 2006-2010, jangan dilantik. Jangan sampai mereka mengelak dari tanggung jawab.

Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Mara Oloan Siregar berjanji memproses dewan kelurahan yang bermasalah itu sebelum melantik yang baru. Kami telah mencantumkan hal itu dalam surat pedoman serah-terima tugas dewan kelurahan lama dengan yang baru.

Untuk kasus serupa, bulan lalu Kepolisian Resor Jakarta Utara mulai menyelidiki kasus dugaan korupsi dana program itu. Nilainya Rp 60 juta, yang pelakunya adalah anggota Dewan Kelurahan Tugu Kecamatan Koja.

Ini merupakan kasus korupsi pertama yang ditangani kepolisian tersebut. Ada satu yang jadi tersangka.

Selain kasus dugaan penyimpangan dalam penyaluran dana, Jakarta menghadapi kasus 20 persen dari dana yang disalurkan tertunggak.

Penyebabnya, kata Firman, beragam. Ada peminjam yang pindah alamat dan tidak diketahui keberadaannya, meninggal dunia, atau bangkrut. Ada juga yang enggan membayar. Untuk kasus ini kami akan menyelesaikannya secara hukum.

Bagi yang alamatnya tidak jelas dan meninggal, Firman mengusulkan kepada pemerintah provinsi agar tunggakan mereka diputihkan atau dianggap tidak ada. Alasannya, mencari alamatnya sulit.

Bagi yang meninggal, kata dia, ahli warisnya kebanyakan orang miskin. Jadi sangat sulit meminta mereka mengembalikan dana itu.

Khusus untuk peminjam yang bangkrut, menurut Firman, pihaknya membagi dua kategori. Pertama, bagi peminjam yang masih bisa melanjutkan usahanya, dipertimbangkan untuk diberi pinjaman lagi.

Kepada peminjam yang bangkrut lantaran musibah banjir atau kebakaran, sebaiknya diputihkan. Dengan catatan, mereka memiliki surat keterangan dari pihak terkait, ujarnya. Misalnya, lurah dan camat setempat.

Kasus penyimpangan di Jakarta yang ditemukan Badan Pengawas Daerah bukan hanya terkait dengan program pemberdayaan masyarakat kelurahan. Tahun lalu misalnya, ada 533 kasus penyimpangan. ANDRY SETYAWAN

Sumber: Koran Tempo, 28 April 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan