Dana Pelicin Diduga Mencapai Rp 13 Miliar
Biasanya cuma ratusan juta.
Badan Kehormatan DPR didesak agar memeriksa bupati-bupati yang menyetor sejumlah uang untuk calo di parlemen. Tujuannya memperlancar alokasi dan pengucuran dana dari anggaran pendapatan dan belanja negara.
Menurut Ketua Umum Persaudaraan Bintang Rakyat Nurmadi H. Sumarsa, para bupati menyogok hingga Rp 13 miliar untuk memuluskan pengalokasian dana alokasi umum dan dana alokasi khusus dari pemerintah pusat. Uang diserahkan kepada seorang anggota Panitia Anggaran, katanya di Solo, Jawa Tengah, kemarin.
Ia mengaku memperoleh informasi itu dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat di Kendal, Jawa Tengah, yang Jumat (18/11) pekan lalu bertemu dengan Bupati Hendi Bundoro di kediamannya. Dalam pertemuan itu Hendi menceritakan proses pencarian dana sehingga mendapatkan dana perimbangan Rp 405 miliar lebih.
Para kepala daerah harus memberikan imbalan bagi anggota DPR yang telah memperjuangkan dana bagi daerah. Penjelasan Bupati menjawab pertanyaan rekan-rekan, ujarnya.
Para aktivis itu bertanya kiat memperoleh alokasi dana Rp 405 miliar padahal pendapatan asli daerah hanya Rp 36 miliar. Harus setor dana dulu ke DPR agar mereka (para bupati) mendapat alokasi lebih banyak lagi.
Seorang aktivis lembaga swadaya masyarakat yang mengikuti pertemuan membenarkan penjelasan Nurmadi. Menurut aktivis yang menolak dikutip namanya itu, kata Bupati Hendi, dana diserahkan ketika beberapa bupati berkumpul di Jakarta, bertemu dengan sejumlah anggota Panitia Anggaran DPR. Ada 6-7 orang yang mendengarkan, tuturnya.
Namun, Hendi membantah. Ia mengaku tak pernah bercerita tentang praktek percaloan dan sogokan untuk mendapatkan alokasi dana tapi membenarkan ada pertemuan. Tidak bener itu, ngarang-ngarang cerita, katanya berulang kali.
Bupati dari PDI Perjuangan itu menyatakan tak pernah mengeluarkan dana sogokan atau berhubungan dengan calo. Ia pun tak pernah dimintai keterangan oleh Badan Kehormatan DPR soal percaloan ketika badan itu menyelidiki ke daerah.
Ketua Badan Kehormatan Slamet Effendy Yusuf mengaku belum mengetahui praktek suap oleh bupati. Saya minta yang mengetahui itu melapor kepada kami, katanya kemarin.
Ketua Panitia Anggaran, Izedrik Emir Moeis, pun idem ditto. Bahkan politikus PDIP itu menyangsikan pancingan dari kocek bupati mencapai miliaran rupiah. Biasanya cuma ratusan juta, ujarnya.
Kemarin malam, Badan Kehormatan kembali meminta keterangan Aria Bima dari PDIP soal dugaan percaloan dana bencana. Badan itu juga akan memanggil kembali pengusaha TS terkait dengan masalah serupa. Jika dia tak mau datang juga, terpaksa kami panggil paksa, tutur Slamet. IMRON ROSYID | YOPHIANDI
Sumber: Koran Tempo, 23 November 2005