Dana Kampanye Tak Bisa Diaudit

Komisi Pemilihan Umum dinilai lamban.

Ketua Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia Ahmadi Hadibroto menegaskan, audit dana kampanye partai politik tak mungkin dilakukan. Menurut dia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Anggota Legislatif tak memberi ruang bagi akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye.

Undang-Undang Pemilihan Anggota Legislatif menyatakan kantor akuntan publik punya waktu paling lama 30 hari untuk mengaudit. Dari sisi waktu, kata Ahmadi, audit ini tak mungkin dilaksanakan. "Tak ada kantor akuntan publik yang mampu mengaudit," ujar Ahmadi saat dihubungi Tempo kemarin. "Solusi apa pun pasti melanggar undang-undang."

Selain itu, Ahmadi memperkirakan akan ada sekitar 20 ribu laporan dana kampanye yang harus diaudit. Jumlah itu meliputi dana kampanye 38 partai di tingkat pusat hingga kabupaten/kota serta lebih dari seribu calon anggota Dewan Perwakilan Daerah. Padahal, kata dia, jumlah akuntan publik yang ada kurang dari seribu orang. "Itu pun kalau mereka semua mau mengaudit," ujarnya.

Ironisnya, menurut Ahmadi, Komisi Pemilihan Umum juga belum menetapkan pedoman pelaporan dana kampanye. Dengan kondisi ini, besar kemungkinan laporan dana kampanye berantakan karena tak ada standar baku. "Kalau sudah begini, akuntan publik tak akan bisa mengaudit," katanya.

Anggota Komisi Pemilihan Syamsulbahri mengakui ada kesulitan soal audit dana kampanye. Komisi juga belum mengetahui solusi persoalan audit. Ada kemungkinan laporan dana kampanye di tingkat kabupaten/kota akan dibawa ke tingkat provinsi. "Sehingga, jumlah laporan yang harus diaudit bisa berkurang," ujarnya.

Syamsulbahri menegaskan, lembaganya sudah menyusun draf peraturan pelaporan dana kampanye, tapi para komisioner belum membahas lebih jauh draf tersebut. Mereka sedang berkonsentrasi dalam penetapan daftar calon legislator. Dia memastikan akan segera membahas dan menyesuaikannya agar tidak terjadi pelanggaran undang-undang.

Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Ibrahim Fahmi Badoh menilai Komisi Pemilihan lamban mengantisipasi masalah audit dana kampanye. Kampanye sudah dimulai sejak Juli, tapi hingga sekarang belum ada aturan audit dana kampanye.

Padahal, menurut Fahmi, ada banyak celah soal audit dana kampanye dalam Undang-Undang Pemilihan yang bisa dimainkan peserta Pemilihan 2009. Celah inilah yang harus ditutup oleh Komisi Pemilihan, misalnya Undang-Undang Pemilihan menyatakan penyumbang mencantumkan identitas yang jelas. "Pada Pemilihan 2004, banyak penyumbang fiktif karena masih ada celah seperti itu," ujarnya. Semakin lama peraturan keluar, kata Fahmi, partai akan terus memanfaatkan celah tersebut.PRAMONO

Sumber: Koran Tempo, 3 November 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan