Dana Kampanye; Hasil Audit Tak Berarti Anggaran Partai Akuntabel

Hasil audit atas dana kampanye partai politik tidak dapat dijadikan bukti bahwa anggaran partai akuntabel dan transparan. Proses audit yang dilakukan akuntan publik hanya dilakukan berdasarkan data yang diserahkan partai, tanpa ada wewenang akuntan untuk melakukan audit investigasi.

Ketua Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch Adnan Topan Husodo, Selasa (18/11), mengatakan, laporan dana kampanye peserta pemilu legislatif dan pemilu eksekutif yang disampaikan ke auditor tidak sesuai fakta yang sebenarnya.

Jumlah sumbangan yang diterima maupun pengeluaran partai serta nama penyumbang tidak tercatat secara lengkap.

”Akuntan publik hanya dapat melakukan konfirmasi atas penyimpangan laporan dana kampanye yang dilaporkan, tetapi tidak dapat menginvestigasinya,” katanya.

Hasil audit dana kampanye yang hanya formalitas semata itu akan terulang kembali pada pemilu mendatang. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD belum memberi ruang bagi akuntan publik untuk melakukan penelusuran lebih lanjut terhadap dana kampanye, apalagi dana partai politik.

Dengan kondisi itu, sulit untuk mengecek keterlibatan pengusaha tertentu sebagai pemberi sumbangan maupun besaran sumbangannya kepada peserta pemilu hanya berdasar laporan dana kampanye. Walaupun demikian, penyumbang besar yang tak tercatat itu biasanya tetap memiliki pengaruh besar terhadap kebijakan partai atau calon presiden, termasuk kebijakan negara jika partai atau calon presiden itu memerintah.

Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) sejak awal sudah mengingatkan, hasil audit dana kampanye tidak dapat diklaim oleh peserta pemilu bahwa anggaran mereka transparan dan akuntabel. Akuntan publik hanya dapat mengaudit dana kampanye yang dicatat dan dilaporkan. Dana kampanye partai yang tidak dicatat dan dilaporkan ke auditor secara otomatis tidak dapat diaudit.

Sekretaris IAPI Tarkosunaryo mengatakan, audit dana kampanye yang dilakukan auditor hanya dilakukan berdasarkan prosedur yang ditentukan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Aturan KPU disusun berdasarkan undang-undang yang dibuat oleh wakil-wakil partai politik di DPR.

Selain keterbatasan wewenang auditor, infrastruktur audit dana kampanye untuk pemilu mendatang juga banyak yang belum tersedia. Karena itu, hasil audit dana kampanye dipastikan akan semakin jauh dari harapan untuk membuat dana kampanye peserta pemilu yang akuntabel.

Meskipun kampanye pemilu sudah berlangsung lebih dari lima bulan, KPU belum membuat pedoman penyusunan laporan dana kampanye oleh partai politik. Karena itu, partai akan membuat laporan dana kampanye semaunya sendiri.

”Sifat dana kampanye yang instan, hanya untuk keperluan pemilu, maka biasanya pengelolaan dana kampanye akan dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kompetensi dan integritas yang baik. Kondisi ini rawan menimbulkan manipulasi untuk menyiasati aturan,” katanya. (MZW)

Sumber: Kompas, 19 November 2008

--------------

Wapres: Wajar Bakrie Sumbang Kampanye SBY-JK

Tapi, Bukan Yang Terbesar
 

Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, pengusaha memiliki hak untuk menyumbang dana kampanye bagi pasangan calon presiden dan wakil presiden. Syaratnya, jumlah sumbangan tidak melanggar ketentuan dalam UU Pemilu.

Penegasan itu disampaikan Kalla mengomentari somasi Aburizal Bakrie kepada majalah Tempo terkait tulisan tentang sumbangan pengusaha nasional tersebut dalam kampanye pasangan SBY-JK dalam Pemilu 2004.

''Dalam undang-undang, Bakrie dibolehkan menyumbang dana kampanye. Kalau tidak (pengusaha), siapa lagi?'' katanya sesudah membuka Rapat Koordinasi Nasional Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di Istana Wakil Presiden kemarin (18/11).

Menurut Kalla, sumbangan itu sah-sah saja karena semua pemilu di negara mana pun menerima sumbangan dari masyarakat. ''Jangankan kita (Indonesia), Obama juga menerima sumbangan dari pengusaha lewat fund raising dinner (makan malam pengumpulan dana) seharga USD 10 ribu per meja,'' kata dia.

Sebagai anggota Dewan Pertimbangan Partai Golkar, lanjut dia, wajar bila Aburizal Bakrie memberikan sumbangan dana kampanye kepada Partai Golkar dan SBY-JK. Selain Bakrie, sumbangan diberikan pengusaha-pengusaha yang menjadi kader Partai Golkar maupun simpatisan SBY-JK.

''Setahu saya, (Bakrie) bukan yang terbesar. Semua ada di laporan (dana kampanye) kami. Saya tidak tahu detailnya karena banyak juga yang menyumbang satu-dua juta rupiah,'' terangnya.

Terkait somasi Grup Bakrie terhadap Tempo, Kalla menilai bahwa itu wajar dilakukan bila seorang merasa dilanggar hak-haknya. Dalam keterangan pers Jumat lalu, Wapres Jusuf Kalla mengakui, pemerintah membantu Bakrie dengan mengulur waktu suspensi perdagangan saham Bumi Resources milik Bakrie. Lantas, langkah pemerintah itu dikaitkan dengan besarnya sumbangan dana kampanye dari Bakrie kepada pasangan SBY-JK menjelang Pilpres 2004.

Kalla ketika itu menegaskan, pemerintah wajib membela pengusaha nasional yang berkontribusi besar pada penerimaan pajak, seperti halnya bantuan yang diberikan kepada perusahaan asing meski mereka kerap mengemplang pajak.

''Siapa yang keberatan, siapa bayar pajak kalau bukan pengusaha-pengusaha itu. Tugas pemerintah melindungi semua rakyat, termasuk wartawan, pengusaha juga,'' tandasnya. (noe)

 

Sumber: Jawa Pos, 19 November 2008

 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan