Dana Jakarta Propertindo Diduga Menyimpang

Temuan ini, kata anggota BPK, bisa menjadi bahan awal untuk investigasi.

Badan Pemeriksa Keuangan menemukan 26 penyimpangan pada anggaran pendapatan dan biaya PT Jakarta Propertindo, perusahaan properti milik pemerintah DKI Jakarta. Nilainya Rp 55,011 miliar.

Penyimpangan itu berasal dari pemeriksaan PT Jakarta Propertindo beserta anak-anak perusahaannya untuk tahun buku 2004 dan 2005. Ada beberapa pemeriksaan sehingga memunculkan angka penyimpangan itu, di antaranya pengelolaan pendapatan dan piutang, pengelolaan biaya operasional dan utang jangka pendek, pelaksanaan investasi, pemenuhan kewajiban kepada negara/daerah, serta kerja sama dengan pihak kedua.

Anggota BPK, Baharudin Aritonang, mengatakan bentuk penyimpangan memang belum tentu mengakibatkan kerugian negara atau terjadinya tindak korupsi. Tapi adanya penyimpangan bisa dijadikan sebagai bahan awal untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. Kalau perlu sebagai bahan awal untuk melakukan investigasi, ujarnya.

Selain itu, kata dia, bentuk penyimpangan bisa disebabkan oleh tidak lengkapnya laporan, pemborosan, tidak efisien, atau memang terjadi tindakan yang merugikan negara. Seperti markup.

Dari 26 temuan audit, di antaranya adalah dari hubungan sewa-menyewa tanah seluas 28.218 meter persegi antara Jakarta Propertindo dan PT Wahana Agun Indonesia. Penerimaan Rp 1,2 miliar dari sewa belum ada di tangan.

Begitu juga dengan sewa lahan lain yang seluas 140.436 meter persegi. Nilai yang belum diterima, termasuk dari denda, mencapai Rp 2,9 miliar.

Penyimpangan lain yang disebutkan BPK dalam hasil audit adalah tidak diterimanya sewa apartemen Marina Tower dari PT Karsindo Utama yang sudah jatuh tempo. Plus pajak dan akumulasi denda, yaitu Rp 151,1 juta.

Direktur Utama PT Jakarta Propertindo I.G.K.G. Suena yang dimintai konfirmasi mengaku telah menerima hasil pemeriksaan BPK tadi. Memang betul ada senilai lebih-kurang Rp 55 miliar yang ditemukan, katanya kepada Tempo kemarin.

Namun, menurut dia, nilai tersebut bukanlah hasil pemeriksaan yang menyatakan telah merugikan negara atau daerah. Sebab, tidak adanya uang sebesar itu, secara umum merupakan piutang yang belum tertagih.

Yang namanya utang-piutang, kalau belum mampu bayar, masak saya gantung. Kaidah bank begitu juga. Denda tetap berjalan, ujarnya.

Dia menyadari temuan tersebut membuat citra perusahaan pelat merah yang dia pimpin menjadi negatif. Hasil pemeriksaan sering dianggap sebagai bentuk pelanggaran atau tindak korupsi.

Ya, jadi susah saya. Tidak bisa dagang, dong, kami. Kami kalah bersaing dengan perusahaan-perusahaan properti lain akhirnya, ucap Suena.

Dia menegaskan tidak akan meminta BPK memperbaiki laporannya. Sebab, ada kemungkinan terdapat perbedaan pengertian penyimpangan yang dipahami pihaknya dengan BPK. Dan kami siap diaudit selama itu proporsional, katanya. MUCHAMAD NAFI

Sumber: Koran Tempo, 13 Juni 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan