Dana Infrastruktur Golkar Langsung Ditolak PKS

Modifikasi baru usul dana aspirasi yang dilontarkan Golkar tetap mendapatkan perlawanan dari internal DPR. Bahkan, penolakan terhadap konsep yang kini disebut dana pemaksimalan infrastruktur berdasar daerah pemilihan (dapil) itu semakin keras.

''Usul ini lebih fatal lagi,'' kata Sekjen DPP PKS Anis Matta di Jakarta kemarin (25/8). Menurut Anis, usul tersebut hanya akan memperlebar jurang kesenjangan antardaerah di Indonesia, terutama antara Jawa dan luar Jawa.

Usul dana infrastruktur itu modifikasi dana aspirasi. Dalam dana aspirasi, setiap anggota DPR dapat plafon Rp 15 miliar untuk mengajukan proyek di dapil masing-masing. Mereka sebatas mengusulkan karena yang mengerjakan proyek tetap pemerintah. Dalam dana infrastruktur, plafon tak dicantumkan karena akan dinegosiasiakan dengan pemerintah. Intinya, dana itu digunakan untuk membangun infrastruktur di masing-masing dapil anggota dewan.

Faktanya, saat ini, 306 kursi di antara total 560 kursi DPR terdistribusi di Pulau Jawa. Bahkan, 39 dapil di antara 76 dapil se-Indonesia pada Pemilu 2009 terdapat di Pulau Jawa. Bila program berbasis dapil itu direalisasikan melalui setiap anggota dewan, dikhawatirkan justru terjadi bias pembangunan.

''Sekitar 50-60 persen sumber daya akan tetap berputar di Pulau Jawa. Padahal, infrastruktur di Pulau Jawa ini sudah lebih bagus daripada luar Jawa,'' jelas wakil ketua DPR itu.

Menurut Anis, substansi politik anggaran yang ingin dibangun adalah menuju keseimbangan pusat dan daerah. Bila konsepnya dikembalikan menjadi pembangunan infrastruktur berbasis dapil, itu akan menjadi setback atau kemunduran. ''Maka, PKS tetap menolak usul ini,'' tegasnya.

Anis juga khawatir usul dana pemaksimalan infrastruktur berdasar dapil tersebut membuka peluang korupsi. Selain itu, lanjut dia, hal tersebut menyangkut sistem kenegaraan secara keseluruhan. Secara kelembagaan, DPR memiliki kewenangan legislasi, anggaran, dan pengawasan. Karena itu, tidak perlu berpikir menjadi seperti eksekutif.

''Seolah-olah mau jadi Sinterklas. Bukan begitu cara kerjanya lembaga legislatif ini.'' (pri/bay/c6/tof)
Sumber: Jawa Pos, 26 Agustus 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan