Dana Golkar ke Wiranto Tetap Misterius [25/06/04]

Perbedaan jumlah sumbangan dari DPP Partai Golkar ke dana kampanye Wiranto-Salahuddin Wahid tetap menimbulkan teka-teki. Penjelasan Wakil Sekretaris Tim Kampanye Wiranto-Salahuddin, Rully Chaerul Azwar, dan Wakil Bendahara Partai Golkar yang juga bendahara tim kampanye, Setya Novanto, mengenai asal dana justru menimbulkan tanda tanya baru.

Keduanya memberi penjelasan soal dana kampanye Wiranto-Salahuddin setelah sehari sebelumnya Ketua Umum Golkar Akbar Tandjung mengatakan hanya mengetahui dana sebesar Rp 3,5 miliar dari DPP Golkar ke Wiranto. Padahal, dalam laporan tim kampanye Wiranto-Salahuddin ke Komisi Pemilihan Umum disebutkan dana dari DPP Golkar berjumlah Rp 30 miliar.

Rully, yang ditemui di gedung DPR, Jakarta, mengatakan, sumbangan masyarakat disalurkan melalui Golkar karena tim kampanye Wiranto-Salahuddin belum tersusun baik. Ia mengaku mengirimkan surat ke KPU untuk melaporkan dana awal kampanye pasangan ini sebesar Rp 3,5 miliar.

Waktu itu memang baru dari Partai Golkar saja, tim (kampanye) belum mapan dan Gus Solah belum pasti pencalonannya, ujarnya seraya menyebut sumbangan masyarakat terbesar diberikan antara 30 dan 31 Mei dan angkanya mencapai Rp 30 miliar. Dana ini ditangani Setya Novanto, ujarnya.

Sedangkan Novanto menjelaskan bahwa jumlah sumbangan Golkar ke tim Wiranto memang Rp 30 miliar. Menurut dia, dana Rp 3,5 miliar yang dikatakan Akbar hanyalah dana awal kampanye yang dilaporkan ke KPU setelah Wiranto-Salahuddin mendaftarkan pencalonan mereka.

Perbedaan terjadi karena ketidaktahuan Pak Akbar saja, katanya melalui telepon kemarin.

Dengan berjalannya waktu, kata Novanto, dana dari sumbangan masyarakat bertambah besar, dari pengusaha, orang yang peduli partai, dan orang partai sendiri.

Sebagaimana Rully, dia pun mengungkapkan bahwa sumbangan disalurkan melalui Golkar karena waktu itu tim kampanye Wiranto belum tersusun. Bentuknya, menurut dia, tunai maupun in natura seperti kaus dan atribut lainnya. Jika dikumpulkan nilainya Rp 30 miliar, ujarnya.

Dua hal dari penjelasan Rully dan Novanto itu, menurut catatan Koran Tempo, tidak sesuai dengan proses pencalonan dan pelaporan dana kampanye calon presiden. Pertama, KPU mengumumkan penetapan calon presiden pada 22 Mei. Saat itu, pasangan Wiranto-Salahuddin sudah menyerahkan daftar tim kampanye mereka ke KPU sebagai salah satu prasyarat pencalonan. Pasangan ini juga melaporkan rekening awal dana kampanye mereka ke KPU pada 24 Mei. Artinya, saat itu Salahuddin sudah ditetapkan sebagai calon wakil presiden dan keduanya sudah melaporkan tim kampanyenya.

Kejanggalan kedua dari penjelasan Novanto adalah soal bentuk sumbangan, yang disebut sebagian berbentuk in natura seperti kaus dan atribut lainnya. Jumlah atau nilainya memang tak disebut, namun dalam laporan dana kampanye Wiranto-Salahuddin ke KPU pada 31 Mei tak ada penjelasan sama sekali soal sumbangan barang.

Dalam laporan yang pengantarnya ditandatangani Rully disebutkan seluruh sumbangan berbentuk uang sebesar Rp 49,49 miliar. Kolom keterangan bentuk sumbangan lain, yakni Barang, Fasilitas/Jasa, dan Bentuk Sumbangan Lain dicoret alias nihil.

Meski ada kejanggalan dalam laporan dana kampanye pasangan Wiranto-Salahuddin, KPU dan Panwaslu mengaku tak bisa berbuat banyak. Anggota KPU Anas Urbaningrum mengatakan, pihaknya baru bisa menindaklanjuti soal dana kampanye setelah dilaporkan masing-masing pasangan sehari setelah masa kampanye berakhir. Ini sesuai dengan UU Pemilu Presiden, katanya.

Menurut dia, jika setelah diaudit ada bukti antara dana kampanye dan penyumbang tidak sesuai, bendahara tim kampanyelah yang dianggap melanggar pidana.

Anggota Panwaslu Didik Supriyanto menyatakan hal senada. Dia mengatakan, pihaknya tak memiliki kewenangan mengawasi dana partai. Kewenangan itu seluruhnya hak KPU. Menurut dia, untuk kasus seperti laporan pengeluaran Golkar dan penerimaan pasangan Wiranto dapat diketahui dari hasil audit KPU. Jika ada perbedaan, baru itu bisa dilacak, katanya.

Wakil ketua tim kampanye Wiranto-Salahuddin, Jenderal (Purn.) Fachrul Razi, mengaku telah mengecek ke bendahara tim Beni Prananto tentang kebenaran sumbangan DPP Golkar sebesar Rp 30 miliar. Menurut dia, tak ada yang salah dengan laporan timnya ke KPU. Dia menduga Akbar salah sebut saja. Adapun tentang perincian sumbangan Rp 30 miliar itu dari mana saja, dia mengaku tidak tahu. istiqomatul hayati/purwanto/thonthowi -tnr

Sumber: Koran Tempo, 25 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan