Dana Darurat Aceh Cair Rp 1,3 Triliun

Setelah melalui rapat kerja yang cukup alot, Panitia Anggaran DPR RI akhirnya menyetujui permintaan pemerintah untuk mencairkan dana tanggap darurat Aceh dan Sumut sebesar Rp 1,258 triliun kemarin. Dana tersebut diambilkan dari pos penanggulangan dana bencana nasional dalam APBN 2005 sebesar Rp 2 triliun.

Persetujuan DPR itu sekaligus merespons permohonan pemerintah melalui Depkeu yang diajukan pada 18 Maret lalu. Kami menyetujui permohonan dana tanggap darurat Aceh Rp 1,258 triliun. Namun, dengan catatan, pemerintah harus melampirkan rincian dari masing-masing bidang supaya bisa dipertanggungjawabkan, jelas Ketua Panitia Anggaran DPR Emir Moeis ketika membacakan kesimpulan rapat kerja (raker) kemarin.

Tapi, surat permohonan yang diajukan Menkeu Yusuf Anwar kemarin sempat diprotes sebagian besar anggota panitia anggaran. Sebab, surat selembar itu hanya mencantumkan kebutuhan masing-masing sektor secara garis besar. Sedangkan rincian umumnya disampaikan masing-masing departemen terkait secara lisan.

Pada dasarnya, kami setuju harus segera mencairkan dana tanggap darurat Aceh. Tapi, kan tidak semestinya permintaan (untuk dana triliunan rupiah) itu hanya selembar, ujar Helmy Faisal, anggota panitia anggaran. Itu namanya tak accountable. Jangan sampai karena dana darurat, penyampaian suratnya serbadarurat. Kami berfungsi mengontrol pemerintah, ungkapnya.

Dalam keterangannya, Menkeu mengaku siap melengkapi data yang diminta DPR. Menurut dia, secara umum, Rp 1,258 triliun itu diperuntukkan bagi keperluan konsumsi pengungsi Rp 45,89 miliar, kesehatan (Rp 95 miliar), pendidikan (Rp 70 miliar), pekerjaan umum (Rp 992 miliar), pembinaan keluarga (Rp 40,4 miliar), serta keperluan operasi dan pemantauan (Rp 14,702 miliar).

Baru Tersalur Rp 406 Miliar
Sementara itu, berdasarkan hasil pendataan BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan), di antara total dana bantuan, baik uang maupun barang, senilai Rp 1,2 triliun bagi korban gempa tsunami di Aceh, yang tersalurkan baru Rp 406 miliar.

Menurut Kepala BPKP Arie Soehendro, pendataan dana bantuan untuk Aceh tersebut dilakukan pada Februari 2005 terhadap 2.131 pos (lembaga) pengumpul sumbangan ke NAD dan Sumut di 32 provinsi serta 370 kabupaten/kota.

Yang terdata baru sekitar 84,28 persen dari 439 kabupaten/kota yang memiliki pos pengumpul sumbangan ke NAD dan Sumut. Sedangkan 54 pos pengumpul lainnya belum melaporkan, ujarnya setelah bertemu Menko Kesra Alwi Shihab kemarin. Yang belum melaporkan, antara lain, PMI, stasiun televisi Indosiar, PT Indofood, Caltex Pasifik Indonesia, dan BRI.

Menurut Arie, status pengumpul bantuan uang serta barang itu, antara lain, dari masyarakat, instansi pemerintah pusat dan daerah, BUMN, BUMD, perusahaan swasta, serta organisasi politik dan ormas.

Sedangkan dana Rp 406 miliar yang sudah tersalurkan terbagi atas bantuan uang Rp 245,2 miliar, bantuan barang senilai Rp 94,9 miliar, dan berbentuk jasa senilai Rp 66,2 miliar.

BPKP juga mendata bantuan dari luar negeri seperti China, Kamboja, Jepang, Korsel, AS, Brunei, Iran, Korut Laos, Polandia, Arab Saudi, Thailand, Turki, Malaysia, Timor Leste, Australia, Uni Eropa, dan Norwegia senilai Rp 4,6 triliun. Dana bantuan dari negara-negara itu juga belum terpakai. Sedangkan bantuan barang untuk korban tsunami berasal dari 42 negara, yakni mencapai 3.805,8 ton.

Arie juga membeberkan komitmen dari negara-negara donor untuk membantu korban tsunami di Asia sebesar Rp 64,2 triliun. Namun, hingga saat ini kami belum mengetahui pasti jumlah bantuan untuk Indonesia, ungkapnya.

BPKP mencatat, jumlah relawan di Aceh yang berasal dari dalam negeri 8.449 orang dan relawan dari luar negeri 3.761 orang. Mereka membantu para korban tsunami sejak Desember 2004 hingga akhir Februari 2005.

Rencananya, BPKP menyusun sistem pelaporan serta pendataan bagi pos pengumpul bantuan sosial ke NAD dan Sumut, baik berupa uang, jasa, maupun barang. Pendataan itu penting dilakukan untuk memudahkan pengawasan penyaluran bantuan dan pertanggungjawabannya, jelasnya.

Menko Kesra Alwi Shihab menyebutkan, sisa bantuan Aceh Rp 803 miliar yang belum tersalurkan masih menunggu master plan yang dibuat pemerintah. Sedangkan penyaluran seluruh bantuan dana kemanusiaan dari dalam negeri Rp 1,2 triliun akan diperiksa BPK sebagai auditor pemerintah.

Bila ada yang menyimpang atau menyalahgunakannya, mereka akan dikenai sanksi hukum yang sangat berat, tegasnya. (sor/wda/agm)

Sumber: Jawa Pos, 24 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan