Dana APBD Bukan untuk Klub Sepakbola

Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk mendanai klub sepakbola, rawan politisasi dan korupsi. Lapangan sepakbola menjadi arena barter politik karena memiliki basis massa yang besar.

"APBD yang masuk ke sepakbola semata-mata dalam rangkaian membangun relasi politik dalam bidang sepakbola," ujar Peneliti Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Abdullah Dahlan, dalam diskusi "Sepakbola Berprestasi Tanpa APBD" bersama komunitas pecinta sepakbola Save Our Soccer (SOS), di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Minggu (16/1).

Abdullah mengatakan, kucuran dana ABPD langsung kepada klub sepakbola rawan dikorupsi karena minimnya transparansi dan akuntabilitas. Potensi mark-up anggaran sangat besar, karena seringkali peruntukan dana tidak jelas. Abdullah menjelaskan, ketidakjelasan itu terjadi kaena tidak ada standar bonus, nilai kontrak pemain, khususnya pemain asing. "Menjadi ajang rekayasa pengajuan anggaran oleh pengurus dan manajemen klub. Klub tidak pernah secara terbuka menyampaikan hasil penerimaan," ujar Abdullah.

Dana APBD, menurut Abdullah, seharusnya tidak langsung masuk ke klub. Mekanisme ini pernah diatur dalam Surat Edaran Mendagri no 903/187/SJ tahun 2007. Surat ni berisi penolakan alokasi dana APBD untuk klub sepakbola. Namun, kemudian keputusan ini direvisi dengan SE Mendagri no 426 tahun 2010 yang memasukkan kucuran dana APBD dalam bentuk dana hibah. "Ini bentuk inkonsistensi Mendagri," tukas Abdullah.

Mantan manager Timnas Indonesia, I Gusti Kompyang Manila, menyatakan pentingnya pemutusan dana APBD untuk klub. Menurut Manila, akan lebih baik ketika dana yang diterima dalam bentuk dana hibah stimulan peningkatan prestasi sepakbola itu dikelola untuk pembinaan atlet muda dan pembenahan infrastruktur.

PSSI, kata Manila, harus memprioritaskan pembinaan atlet di tingkat awal untuk menjamin ketersediaan pemain muda yang handal. Selama ini PSSI kurang memperhatikan pembinaan bibit baru dan infrastruktur pendukung. "Pembinaan usia dini oleh PSSI, mana hasilnya? Piala Suratin untuk atlet muda, juga hanya digelar setahun sekali. Itu saja tidak cukup," ujar Manila.

Dana APBN yang diberikan pemerintah kepada PSSI seharusnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pembinaan sepakbola. "Dana-dana sponsor, uang sumbangan, harus dipertanggungjawabkan," tegas Manila.

Velix Wanggai, Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan dan Otonomi Daerah, memberikan pendapat senada. Velix mengatakan, secara pribadi, dirinya setuju dengan konsep dana APBD untuk pembinaan atlet dan pembangunan infrastruktur. "Dalam waktu dekat, pemerintah akan menata kembali kerangka regulasi yang ada," tukas Velix. Farodlilah

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan