Dan Perjuangan Belum Berakhir
Mestinya harus dijaga hubungan baik dengan MA.
Tak pernah terlintas di pikiran Busyro Muqoddas pemerintah tega menolak permintaan lembaganya, Komisi Yudisial. Meski hampir setengah tahun usul penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Komisi Yudisial belum ditanggapi pemerintah, Busyro tenang-tenang saja.
Itu sebabnya, ketika kabar bahwa pemerintah menolak permohonan itu mencuat, Busyro langsung murung. Kekecewaan tak bisa disembunyikan. Seharusnya pemerintah memberitahukannya (secara) tertulis, katanya Rabu pekan lalu dalam keterangan pers di kantornya, Jakarta.
Kabar buruk buat Komisi tadi meluncur dari mulut Menteri-Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra beberapa jam sebelumnya. Dari markas Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Yusril mengatakan Presiden kesulitan mencari alasan konstitusional meluluskan permintaan Komisi. Perpu dianggap tak relevan dengan perkembangan sekarang. Seleksi Hakim Agung berjalan baik.
Layak Busyro galau. Ia percaya diri banget Perpu bakal terbit. Bekas Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, ini berpegang pada isi pertemuan dengan Presiden di Istana Negara, Februari lalu. Dalam acara yang juga dihadiri oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaludin dan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi itu, mereka sepakat korupsi di peradilan sudah mengkhawatirkan. Memang mereka tak membicarakan Perpu, tapi pertemuan itu membuat Komisi merasa di atas angin. Yusril tak hadir, ujarnya ketika dihubungi kemarin.
Yusril membenarkan pertemuan Busyro dengan Presiden. Setelah pertemuan itu, Presiden meminta Yusril menerima audiensi Komisi. Pada 1 Maret, Yusril bertemu dengan Komisi. Sepekan kemudian, ia menerima draf Perpu, dan mempelajarinya. Semua saya laporkan kepada Presiden, tutur Yusril di kantornya Jumat pekan lalu (baca: Mereka Tahulah Artinya).
Pengajuan draf Perpu adalah babak baru dari konflik Komisi dengan Mahkamah Agung. Masalah berawal dari penolakan Ketua MA Bagir Manan menghadiri panggilan Komisi dalam kasus dugaan suap di MA dalam kasasi perkara korupsi terdakwa Probosutedjo. Kejengkelan Komisi bertambah ketika MA memperpanjang usia pensiun Hakim Agung yang dianggap tanpa kriteria jelas.
Puncaknya ketika seleksi Hakim Agung. MA mengeluarkan aturan, hakim karier boleh mencalonkan diri lewat MA. Padahal, menurut Undang-Undang Komisi Yudisial Nomor 22 Tahun 2004, seleksi Hakim Agung monopoli Komisi. Lalu muncullah tuduhan judicial corruption (korupsi di lembaga peradilan) dari Komisi, terutama setelah hakim Herman Allositandi ketahuan memeras saksi perkara korupsi di Jamsostek.
Kini Komisi ingin mengamendemen Undang-Undang Komisi Yudisial, untuk melibas kedigdayaan MA. Usul akan diajukan kepada DPR, bukan lagi lewat pemerintah. Semoga pembahasan pada 2007, tutur Busyro.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Nursjahbani Katjasungkana menganggap terlalu prematur Komisi meminta tambahan wewenang. Memang Komisi hanya bertugas mengawasi hakim, bukan menghukum hakim nakal. Tingkatkan dulu kinerjanya, kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini kemarin. Yusril bahkan menyarankan Komisi menjalin hubungan baik dengan MA. Yophiandi | Mustafa Moses | Tito Sianipar
Sumber: Koran Tempo, 17 Juli 2006