'Dakwaan terhadap Puteh tidak Fokus'

Dakwaan jaksa terhadap Gubernur (nonaktif) Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) terkait dengan kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter M1 dinilai tidak akurat dan tidak fokus.

Itu terlihat dari dakwaan yang bergeser dari masalah mark-up pembelian helikopter menjadi masalah prosedur pembelian. Seharusnya bila dakwaan itu akurat, harus fokus pada permasalahan yang dibongkar yaitu mark-up, kata ahli hukum pidana dan mantan Menteri Kehakiman dan HAM Prof Dr Muladi di Jakarta, akhir pekan lalu.

Dia juga mempertanyakan soal terdakwa yang diajukan hanya dua orang yaitu Abdullah Puteh dan Bram HD Manoppo. Sedang pemimpin proyek (pimpro) pengadaan helikopter itu sendiri tidak disentuh.

Sebenarnya, kata Muladi, posisi Abdullah Puteh sebagai seorang gubernur di daerah yang didukung oleh otonomi khusus yang kuat. Otonomi khusus ini bukan otonomi biasa. Puteh juga didukung persetujuan DPRD, tapi pimpro-nya malah tidak tersentuh. Ini aneh, bahkan sebenarnya DPRD juga bisa kena, karena (mereka) menyetujui.

Muladi mengatakan, jangan sampai terjadi penegakan hukum yang selektif. Kalau memang mau diungkap, semua pihak harus diseret ke pengadilan. Kalau hanya Puteh dan Bram Manoppo ini aneh menurut saya, kata Muladi.

Selain aneh, menurut Muladi yang juga mencermati jalannya pengadilan korupsi terhadap Puteh, keterangan dari semua saksi termasuk saksi ahli, semuanya meringankan Puteh. Hanya saksi dari BPKP, yang memberatkan posisi Gubernur NAD nonaktif itu.

Karena itu, kasus Puteh ini menjadi tantangan yang menarik bagi majelis hakim yang mengadilinya. Hakim itu harus berani memutus berdasarkan kebenaran dan keadilan. Hakim tidak perlu takut tekanan dari kekuasaan ataupun pihak-pihak lainnya.

Hakim itu independen. Kalau hakim ragu-ragu, gunakan saksi ahli sebanyak 2-3 orang yang betul-betul kredibel. Jangan sampai nanti hakim dikatakan berpihak pada negara atau berpihak kepada Puteh karena tekanan politik. Tapi keterangan saksi ahli itu menjadi sangat penting peranannya, katanya.

Muladi berharap bahwa majelis hakim bisa melihat alat-alat bukti yang muncul di pengadilan secara akurat. Tetapi, jika majelis hakim memutuskan vonis bersalah, Puteh masih bisa melakukan banding dan kasasi.

Muladi menjelaskan, pengadilan korupsi yang ditangani KPK adalah pengadilan ad hoc. Dari komposisi hakimnya yang terdiri dari dua hakim karier dan tiga hakim yang berasal dari perguruan tinggi. Muladi yakin mereka dapat membuat vonis dengan jernih dan berlandaskan kepada kepastian hukum.

Mengenai adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tidak membolehkan menggunakan asas retroaktif dalam mengadili kasus korupsi, Muladi menilai bisa menimbulkan masalah bagi KPK. MK itu kedudukannya kuat sekali. Lembaga ini memiliki landasan dan dasar konstitusional, jadi kedudukannya kuat sekali. Ini memang menimbulkan masalah bagi KPK, kata Muladi.

Tahanan kota
Sementara itu Wakil Ketua DPR Zaenal Ma'arif meminta pemerintah agar memberlakukan tahanan luar terhadap Puteh. Secara pribadi saya mengusulkan agar Pak Puteh dikenai tahanan luar, tahanan kota atau tahanan rumah. Saya siap menjamin kalau beliau macam-macam, kata Zaenal kepada pers usai menjenguk Puteh yang berada di Rumah Sakit MH Thamrin, Jakarta, Sabtu (26/2).

Menurut Zaenal, Puteh menderita tekanan psikis yang berat, karena tidak bisa melihat secara leluasa kondisi rakyat Aceh pascabencana tsunami. Keinginan itu tidak kesampaian sampai sekarang, kata dia.

Zaenal juga mempertanyakan KPK yang membawa kasus penggelembungan dana pembelian helikopter itu ke pengadilan ad hoc korupsi karena Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan komisi itu hanya bisa menangani kasus korupsi yang terjadi setelah 2002. Tidak ada wewenang KPK melanjutkan persidangan Pak Puteh, karena sudah tidak lagi relevan, ujarnya.

Ia berjanji akan menemui Ketua MK Jimly Asshiddiqie untuk mempertanyakan siapa yang berwenang menangani persoalan Puteh setelah MK menjatuhkan putusan. Mungkin perlu fatwa Mahkamah Agung, kata Zaenal. Meski begitu, Zaenal menolak proses penanganan hukum terhadap Puteh dihentikan. (Sdk/Sur/J-2)

Sumber: Media Indonesia, 28 Februari 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan